Sabtu, 30 Maret 2013

Serial Omar (Umar Bin Khattab) Episode 9


Intinya di episode ini, Raja Abbesinia (Najasyi atau ada yang bilang negus) masuk Islam, karena ucapan Ja’far (salah satu mukmin) yang membacakan surah Maryam.

Kemudian adanya pemboikotan terhadap Bani Hasyim dan Bani Abdul Muthalib oleh orang-orang Kafir Quraisy yang melarang aktifitas perdagangan, perkawinan dll kepada 2 bani tersebut yang menyebabkan penderitaan Rasululloh dan pengikutnya.

Sekilas ane liat ada yang sakit n sepertinya meniggal, kyk na itu pamannya Nabi Muhammad (Abu Thalib) tpi ane belum bisa pastiin G_G. Di beberapa sejarah yang ane baca juga, istri Rasullullah juga meninggal, cma kyk na belum terlihat di episode ini.

Jadi mending kita tonton besok pagi yah.. mulai lebih awal kyk na.. seblum jam 4 udh mulai sekarang, mungkin karena banyak yang protes dengan jadwl tayang nya.. hooh

Okeh, daripda kelamaan ane cerita, mending langsung nonton sendiri Film Serial Omar (Umar bin Khattab)
Baca Selengkapnya >>

Serial Omar (Umar Bin Khattab) episode 8



Kemurkaan petinggi Quraisy terhadap Rasulullah dan usahanya untuk menyebarkan Islam semakin meningkat. Apalagi setelah beberapa keluarga mereka yang muslim hijrah ke Habasyah untuk meminta perlindungan dari raja Najasyi. Mereka berpikir bahwa hal ini tidak dapat ditolerir lagi. Sampai suatu ketika, Abu Jahal melihat Rasulullah sedang beribadah di dekat ka’bah, dia menghampiri beliau dan mencaci maki. Saat itu Rasulullah hanya duduk diam mendengar cacian Abu Jahal, sampai akhirnya Abu Jahal pergi meninggalkannya.

Ada salah seorang wanita yang melihat tindakan Abu Jahal, lalu mengadukannya kepada Hamzah ra, paman Rasulullah. Hamzah ra pun menemui Abu Jahal yang sedang berkumpul bersama petinggi-petinggi Quraisy. Tanpa sapa, salam dan senyum, Hamzah ra langsung memukul Abu Jahal. Dan berkata bahwa dia juga telah masuk Islam. Padahal sebenarnya Hamzah hanya terbawa emosi untuk mengatakan hal itu. Hamzah termasuk orang yang disegani dan paling kuat dikalangan orang Quraisy, jadi saat itu orang-orang yang melihat tindakan Hamzah ra hanya diam, dan Abu Jahal pun tidak membalasnya.

Setelah kejadian itu, Hamzah ra langsung pergi menuju rumah Rasulullah. Dia datang untuk menenangkan Rasulullah, supaya jangan khawatir karena dia akan melindunginya, membela dan menyakiti orang-orang yang menyakiti Rasul. Hamzah ra juga menceritakan mengenai perkataannya di depan orang-orang Quraisy bahwa dia telah masuk Islam. Saat itu, Hamzah ra pun memantapkan hatinya dan mengucapkan dua kalimat syahadat. Dan akan melindungi Rasulullah karena sesama muslim. Alhamduillah.

Umar ra yang tadi berada ditempat kejadian Abu Jahal dan Hamzah ra, merasa emosinya tidak bisa dibendung lagi. Beliau pulang ke rumah dan keluar lagi sambil membawa pedang. Beliau berpikir untuk membunuh Rasulullah. Ditengah jalan beliau bertemu Nu’aim Ibnu Abdillah an-Nahham yang diam-diam juga memeluk agama Islam. Umar ra menjelaskan bahwa dia akan menemui Rasulullah untuk membunuhnya. Lalu Nu’aim mencegah dengan nasihat agar Umar ra kembali ke rumah dan mengurus keluarganya karena adiknya sendiri, Fatimah, juga telah masuk Islam.

Dengan kesal, dia berjalan menuju rumah Fatimah. Di dalam rumah, Fatimah dan suaminya Said Bin Zaid bin Amr sedang belajar Quran bersama Khabbab. Dan Umar ra mendengarnya dari luar. Umar ra mengedor pintu. Kaget bahwa Umar ra yang datang, Khabbab segera bersembunyi. Umar ra menegaskan kembali apakah mereka telah memeluk agama Islam. Seketika itu, sebelum Said menjawab, dengan cepat Umar ra membanting dan menghajar dengan sekuat tenaga. Fatimah yang ingin melerai mereka berdua akhirnya terkena pukulan Umar ra sampai terluka & berdarah.

Dan Fatimah berkata “Ya musuh Allah, memang kami telah masuka Islam dan beriman kepada Allah serta RasulNya. Sekarang lakukan apa pun yang kau inginkan.” Melihat darah diwajah Fatimah, Umar ra menyesali perbuatannya. Amarah pun pelan-pelan hilang dari diri Umar hingga iya melihat lembaran yang bertuliskan ayat Al-Quran. Surat At-Thaha dan membacanya.
“Thaha. Kami tidak menurunkan Al-Quran ini kepadamu (Muhammad) agar engkau menjadi susah; melainkan sebagai pengingat bagi orang yang takut kepada Allah; diturunkan dari (Allah) yang menciptakan bumi dan langit yang tinggi; (yaitu) Yang Maha Pengasih, yang besemayam di atas ‘Arsy. Miliknyalah apa yang ada di langit, apa yang ada di bumi, apa yang ada di antara keduanya, dan apa yang ada di bawah tanah. Dan jika engkau mengeraskan ucapanmu, sungguh, Dia mengetahui rahasia yang lebih tersembunyi. (Dialah) Allah, tidak ada tuhan selain Dia, yang mempunyai nama-nama yang terbaik.” (Thaha: 1-8)
Lalu Umar ra berenti sejenak, beliau berkeringat. dan meneruskannya lagi beberapa ayat,
“Sungguh, Aku ini Allah tidak ada tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan laksanakan shalat untuk mengingat Aku. Sungguh, hari Kiamat itu akan datang, Aku merahasiakan (waktunya) agar setiap orang dibalas sesuai dengan apa yang telah diusahakan.” (Thaha : 14-5)
lalu berkata kepada dirinya sendiri,
“Ya, siapaun yang mengeluarkan pernyataan seperti ini berhak untuk tidak dipersekutukan dengan sesuatu selainnya.”
Lalu Khabbab keluar dari tempat persembunyiannya, dan menyatakan doa yang pernah ia dengar dari Rasulullah,
“Aku berharap engkaulah yang dipilih Allah sebagai jawaban doa Rasulullah. Beliau berdoa agar Allah menguatkan Islam dengan salah satu dari dua orang: engkau atau Abu Jahal.”
Dan Umar ra pun teringat perkataan Abdullah Bin Massoud mengenai hal yang sama. Dan setelah itu, Umar ra meminta Khabbab untuk menunjukan di mana Rasulullah berada.
Melihat Umar ra yang ada didepan pintu dengan membawa pedang, sahabat-sahabat Rasulullah di dalam rumah merasa cemas. Tapi Hamzah meyakinkan mereka semua, bahwa dia akan melindungi Rasulullah. Umar masuk, awalnya ditahan oleh Hamzah. Tetapi beliau mengatakan bahwa akan memeluk Islam dan beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Alhamdulillah.
Setelah masuknya beliau kepada Islam, Umar ra langsung memberi tahu Abu Jahal bahwa dia telah memeluk agama Islam. Dan dia juga mengatakannya di depan orang-orang Quraisy. Beberapa orang-orang Quraisy menikamnya, memukulnya. Lalu datanglah Ashi ibnu Wail As-Sahmi untuk melerainya. Dan meminta lebih baik Umar ra diam, lalu Umar ra menjawab,
“aku tidak akan menyembunyikannya kebenaran setelah menyadarinya. Saya akan terus memisahkan kebenaran dari kebatilan, sama seperti Allah membedakan siang dan malam.”
Semenjak Hamzah ra dan Umar ra memeluk agama Islam, umat muslim semakin berani untuk beribadah terang-terangan. Dan Umar ra pun ikut menyiarkan agama Islam kepada seluruh orang Quraisy. Mendengar kabar ini, umat muslim di Habasyah merasa senang dan berkeinginan untuk pulang ke Mekah. Mereka mendapat kabar, Mekah sudah aman.
Tetapi ketika sudah kembali ke Mekah, mereka tetap mendapat cacian, makian, siksaan dari orang-orang Quraisy yang belum beragama Islam. Itu juga yang dialami Abdullah Bin Suhail Bin Amr. Sepulangnya ia dari Habasyah, ayahnya, Suhail, langsung mengurungnya. Melihat hal itu, Abu Jandal, saudara Abdullah, mengakui didepan ayanya, bahwa dia juga meyakini Allah dan Rasul-Nya. Maka dia pun ikut dikurung.

#Kesimpulan

Beberapa hal yang dapat diambil pelajaran dari episode ini:
  1. don’t give up on people. Rasulullah biarpun dicaci cimaki, dicemooh oleh musuh, dia tetap menginginkan musuhnya bisa mendapat hidayah dari Allah. Akhirnya, terbukti, Umar ra bisa masuk Islam.
Serial ini makin memperlihatkan bahwa wajib ditonton seluruh umat di dunia, tidak ada yang terkecuali. Karena, setiap tokoh diceritakan dengan porsi yang pas dan setiap kejadian memiliki makna yang bisa diambil sebagai pelajaran serta inilah Islam yang sebenarnya. Selain itu, ayat-ayat Quran yang dikatakan pada dialog dalam serial ini juga pas, sehingga kita yang lupa diingatkan kembali oleh serial ini. Semoga Allah merahmati dan memberkahi setiap jalan crew dan para pemain. Aamiin.
Saya bukan ahli agama, jadi tulisan saya ini menjadi pengingat juga bagi diri saya pribadi. Semoga penceritaan kembali tentang serial Omar episode 8 ini bermanfaat.
Baca Selengkapnya >>

Serial Omar (Umar Bin Khattab) Episode 7



Meneruskan adegan Abdullah bin Massoud yang membaca surat Ar-rahman dengan suara keras di depan orang-orang Quraisy. Abu Jahal dan para petinggi Quraisy mendengar dari tempat perkumpulan mereka, lalu Abu Jahal menghampiri Abdullah dan mencambuknya. Jika kaum muslimin dicambuk atau dicacri mereka hanya pasrah atau melempar salam damai kepada mereka-mereka yang menyakitinya. Umar ra tidak tega, melihat adegan itu dia pergi mengunjungi rumah Fatima, adiknya.

Dihari lain umat muslimin terus mencoba untuk berdakwah secara terang-terangan, Rasulullah sering melaksanakan solat di depan Ka’bah. Sampai suatu ketika, Rasulullah melakukan solat di dekat Ka’bah dan Abu Jahal melihatnya. Saat itu Abu Jahal memanggil para petinggi Quraisy untuk tidak tinggal diam dan harus memberi pelajaran kepada Rasul. Tetapi saat itu, Abu Bakr ra menjaga disamping Rasulullah yang sedang solat. Abu Bakr ra mencegah Abu Jahal yang mendekat ingin melucuti Rasulullah. Akhirnya, Abu Bakr ra lah yang disiksa sampai pingsan. Ketika Abu Bakr ra sadar, kalimat yang diucapkannya adalah menanyakan kabar Rasulullah, beliau khawatir akan keadaan Rasulullah. Setelah sedikit membaik, Abu Bakr ra meminta diantarkan ke tempat Rasul berada,yaitu di rumah Al-Aqram.

Petinggi-petinggi makin jengkel terhadap kaum muslimin, mereka mendapat kecaman dari keluarga mereka yang sudah masuk Islam atas tindakan yang keji terhadap umat Islam. Keadaan Mekah kacau, beberapa orang menilai tindakan Abu Jahal dan kawan-kawannya salah tetapi mereka juga belum mau meninggalkan agama nenek moyang mereka. Sampai pada adegan Umar ra yang bertemu dengan Abdullah Bin Suhail, saat itu tengah malam Abdullah duduk termenung. Ketika Umar ra bertanya sedang apa dia berdiam sendiri, Abdullah menjawab,
“Siapapun bisa hidup dengan dua hati, Ya Umar, satu untuk dirinya sendiri satu untuk orang lain. Tapi haruskah kita mematuhi nenek moyang kita dan tidak mengikuti kata hati kita sendiri?”.
Lalu Umar ra memberi jawaban, jawaban yang sangat masuk akal, kurang lebih seperti ini,
“Kamu sedang memikirkan Islam? Jika kamu berpikir Islam adalah keyakinanmu,maka lakukan dan terima semua konsekuensinya. Biarpun hal itu menjadikan kita musuh, tetapi aku akan kagum padamu. Namun jika kamu memilih agama nenek moyang yang bukan keyakinanmu dan kamu terpaksa melakukannya, maka kamu adalah temanku tetapi aku akan melihatmu dengan penghinaan.”
Setelah pembicaraan singkat itu, Abdullah mengakui dirinya memeluk Islam dihadapan bapaknya, Suhail Bin Amr. Sedangkan saudaranya Abu Jandal, masih belum memasuki Islam dengan alasan mungkin suatu saat nanti akan berubah, karena kita tidak akan tahu bagaimana masa depan.

Umat muslim semakin sering diperlakukan tidak adil di Mekah saat itu, lalu sebagian dari umat muslim berhijah ke Habasyah, di sana ada raja yang sangat adil, yang bisa menerima mereka dengan baik. Tetapi berkat perlindungan dari kaum Bani Hasyim, Rasulullah dan beberapa sahabat masih tetap berada di Mekah. Melihat hijrahnya umat muslim, petinggi Quraisy tetap tidak bisa tinggal diam, Utbah berencana untuk mengutus orang ke Habasyah, menemui raja Najashyi dan menghasut agar raja mengembalikan seluruh umat muslim ke Mekah.

#Kesimpulan

Beberapa hal yang dapat diambil pelajaran dari episode ini:
  1. Hanya Allah-lah yang memiliki hati kita, Allah-lah yang bisa membolak-balikan hati. Sama seperti yang dikatakan Abu Jandal. Dan masuknya Abdullah ke Islam itupun pasti sudah kehendak Allah.
  2. Yakinlah pada apa menurut kalian baik dan terima semua konsekuensinya.
  3. Jika Islam sudah mendarah daging, maka hanya pada Allah-lah tempat untuk berserah diri dan bersandar.
  4. Bersabarlah, seperti yang dikatakan raja Najashyi kepada umat muslim yang hijrah, meminta perlindungan ke Habasyah.
Serial ini makin memperlihatkan bahwa wajib ditonton seluruh umat di dunia, tidak ada yang terkecuali. Karena, setiap tokoh diceritakan dengan porsi yang pas dan setiap kejadian memiliki makna yang bisa diambil sebagai pelajaran serta inilah Islam yang sebenarnya. Selain itu, ayat-ayat Quran yang dikatakan pada dialog dalam serial ini juga pas, sehingga kita yang lupa diingatkan kembali oleh serial ini. Semoga Allah merahmati dan memberkahi setiap jalan crew dan para pemain. Aamiin.

Saya bukan ahli agama, jadi tulisan saya ini menjadi pengingat juga bagi diri saya pribadi. Semoga penceritaan kembali tentang serial Omar episode 7 ini bermanfaat.
Baca Selengkapnya >>

Serial Omar (Umar Bin Khattab) Episode 6



Bilal masih saja tidak mau menuruti apa kata majikannya, Bilal tetap dengan pendiriannya, akan cintanya kepada Allah dan Rasul sehingga dia terus menyeru “Ahadun Ahad” biar sekalipun dia mati dicambuk. Tetapi Alhamdulillah, atas izin Allah, Abu Bakr ra datang menolong dengan membeli Bilal sehingga dia terbebaskan dari siksaan tersebut. Terpujilah Abu Bakr ra, beliau membeli beberapa orang budak muslim agar terbebas dari cambukan kaum Quraisy. Sedangkan Yassir dan keluarganya tetap mendapat siksaan dari Abu Jahal karena seperti yang Rasulullah katakan “Bersabarlah keluarga Yassir sesungguhnya kalian akan berkumpul di surga”. Dan sampai suatu waktu, Abu Jahal naik pitam, dan dibunuhlah istri Yassir, sedangkan Yassir meninggal karena kelelahan disebelah anaknya ketika malam. Tinggal tersisa anaknya, Ammar, Abu Jahal mempersiapkan pisau yang telah dipanaskan dengan api, karena pisau itu, Ammar mencela Nabi sesuai yang dipinta Abu Jahal. Dan lalu dia terbebaskan. Di perjalanan Ammar bertemu dengan Abu Bakr ra dan dia meminta untuk diantarkan ke hadapadan Nabi karena dia telah berbuat zalim atas namanya.

Di suatu pagi, Umar ra mengunjungi Ayyash dan Salamah di tempat mereka dikurung. Umar berkata bahwa dia tidak suka berkumpul dengan Abu Jahal, dia hanya senang berkumpul dengan Ayyash dan Salamah mendiskusikan macam-macam seperti biasanya. Namum Ayyash dan Salamah mencoba mendesak Umar ra agar dia mau melihat Islam sebagai agama yang baik, yang memisahkan yang benar dan yang salah. Karena sesungguhnya Umar ra adalah orang terpandang, berakhlak baik dan mementingkan moral, seharusnya dialah orang yang paling bisa memahami Islam. Mulai dari apa yang Umar ra lihat dan dengar dari orang Islam, terlihat diwajahnya kekaguman akan Islam. Sampai akhirnya bertemu dengan Abdullah Ibnu Massoud, dan berkatalah dia kepada Umar ra, “Anda pasti lebih baik dari dua laki-laki, dan saya yakin bahwa doa Nabi tidak akan salah.”

Di suatu tempat, umat muslim yang hanya sebagian kecil berkumpul dan membicarakan mengenai tindakan apa yang sepantasnya mereka lakukan untuk mencegah keburukan dari kaum Quraisy. Bukan membalas dengan hal yang sama, bukan mencaci berhala, tetapi menyerukan ayat Quran, Surat Ar-Rahman, agar orang-orang Quraisy berpikir. Hal tersebut dilakukan oleh salah satu sahabat nabi, Abdullah Ibnu Massoud.

#Kesimpulan

Beberapa hal yang dapat diambil pelajaran dari episode ini:
1. Bersabar karena pertolongan Allah dekat bagi orang yang beriman.
2. Tidak boleh menghina sesembahan orang lain, karena nanti mereka akan membalas dengan menghina Allah
3. Berperilaku baiklah kepada sesama muslim dan saling tolong menolong, baik itu yang kuat dan yang lemah karena kita bersaudara.

Semoga Allah mengampuni dosa kita, melindungi kita dari sifat tercela dan menanamkan serta menjaga sifat baik&taat kepada-Nya.

Serial ini makin memperlihatkan bahwa wajib ditonton seluruh umat di dunia, tidak ada yang terkecuali. Karena, setiap tokoh diceritakan dengan porsi yang pas dan setiap kejadian memiliki makna yang bisa diambil sebagai pelajaran serta inilah Islam yang sebenarnya. Selain itu, ayat-ayat Quran yang dikatakan pada dialog dalam serial ini juga pas, sehingga kita yang lupa diingatkan kembali oleh serial ini. Semoga Allah merahmati dan memberkahi setiap jalan crew dan para pemain. Aamiin.

Saya bukan ahli agama, jadi tulisan saya ini menjadi pengingat juga bagi diri saya pribadi. Semoga penceritaan kembali tentang serial Omar episode 6 ini bermanfaat.
Baca Selengkapnya >>

Serial Omar (Umar Bin Khattab) Episode 5



Pada episode ini, Umar ra telah sepakat dengan Abu Jahal untuk memerangi umat muslim, bukan berperang dengan orang-orang dari Bani Hasyim, melainkan menghukum orang-orang yang mengikuti agama yang dibawa Nabi Muhammad. Namun sebelumnya Uthbah berbicara kepada Rasulullah, adakah sesuatu yang diinginkan Rasulullah SAW (harta, wanita, kedudukan sebagai raja) supaya Rasulullah SAW berhenti menyebarkan Islam. Tapi usahanya sia-sia.

Mulailah hilang kesabaran petinggi Quraisy temasuk Umar ra, para budak-budak yang sudah beragama Islam, dilucuti, ditindih dengan batu besar supaya mereka merasakan akibatnya berkhianat kepada agama nenek moyang mereka. Budak-budak itu diminta untuk menyebutkan bahwa berhalalah yang paling agung. Dan disini dilihatkan bahwa Abu Bakr ra mengorbankan hartanya demi membeli budak-budak yang dilucuti itu dan dibebaskan.

Pada episode ini, umat Islam semakin bertambah bahkan dari kalangan keluarga petinggi Quraisy dan kebanyakan mereka masih bersembunyi-sembunyi. Tidak hanya Abu Hudzaifah dari keluarga Uthbah yang sudah memeluk Islam tetapi Ayyash Bin Abi Rabeeah dan Salamah Bin Hisham dari keluarga Abu Jahal. Dan mereka berdua pun dikurung oleh Abu Jahal, diikat tangannya dan dirantai.  Melihat kenyataan saudaranya memeluk Islam, Umar ra memberi pengumuman bagi kaum Bani Adiy, bagi yang ditemukan telah memeluk Islam akan diceluti dan dihukum. Umar ra berkata (kurang lebih), “saya akan memperlakukan semua orang sama, mereka yang berkhianat dari agama nenek moyang akan dihukum agar bisa menjadi contoh bagi yang lain. Baik dia adalah saudara kandung, sepupu, paman, atau budak. Sama seperti Muhammad katakan semua orang harus diperlakukan sama, maka aku akan seperti itu juga.

Ada perkatakaan yang benar yang dituturkan Umar kepada Zaid dan Saeed, tetapi sayanya Umar ra masih menjadi musuh Islam:

Jika terjadi kekerasan, kekerasan itu hanya untuk menghalangi dan membuat sesuatunya benar. Pemimpin boleh memperlakukan orang baik dengan kekerasan, hukuman untuk kemajuan, balas dendam bisa menghentikan ketidak adilan dan suatu kematian bisa memberikan kehidupan untuk beberapa orang. Jika tidak ada orang yang ditakuti orang lain, dunia akan kacau dan orang-orang akan berkelahi sampai mati.

Ada beberapa orang dari keluarga petinggi Quraisy yang masih menyembunyikan ke Islamannya, Zaid (saudara kandung Umar), Saeed (ipar Umar) dan anak tiri Al-Waleed.
Dan sampai ketika majikan Bilal mendengarkan Bilal sedang berdoa kepada Allah, Bilal juga ikut dicambuk dan dimintai kesaksian bahwa berhalalah Tuhan mereka. Tetapi karena keyakinan dan kecintaan Bilal kepada Allah dan Rasulullah, dia terus mengatakan “Ahadun Ahad” sampai akhirnya badannya ditindih dengan batu yang sangat berat. Tapi Allah memberikan kekuatan kepadanya sehingga Bilal tetap hidup.

#Opini

Beberapa hal yang dapat diambil pelajaran dari episode ini:

1. Jika kita yakin bahwa Allah satu, Tuhan semesta Alam yang maha Besar dan bekuasa baik itu di langit maupun di bumi, maka kesulitan akan merasa ringan, seperti halnya Bilal.
2. Betapa keras, pedih, sakit perjuangan kaum Muslimin pada saat itu, mereka terasingkan, mereka dikucilkan, bahkan hingga dicambuk untuk berpegang teguh pada Islam. Seharusnya kita bersyukur, apalagi bagi kita yang sudah memeluk Islam dari bayi, karena kedua orang tua kita Islam, maka kita juga Islam. Dan sekarang, kita bisa bebas memeluk agama Islam, tidak seperti masa Nabi Muhammad…

Serial ini makin memperlihatkan bahwa wajib ditonton seluruh umat di dunia, tidak ada yang terkecuali. Karena, setiap tokoh diceritakan dengan porsi yang pas dan setiap kejadian memiliki makna yang bisa diambil sebagai pelajaran serta inilah Islam yang sebenarnya. Selain itu, ayat-ayat Quran yang dikatakan pada dialog dalam serial ini juga pas, sehingga kita yang lupa diingatkan kembali oleh serial ini. Semoga Allah merahmati dan memberkahi setiap jalan crew dan pemain Omar series.

Aku bukan ahli agama, jadi tulisanku ini menjadi pengingat juga bagi diriku pribadi. Semoga penceritaan kembali tentang serial Omar episode 5 ini bermanfaat.
Baca Selengkapnya >>

Serial Omar (Umar Bin Khattab) Episode 4



Diawal episode, masih dengan pembicaraan petinggi Quraisy mengenai langkah-langkah selanjutnya menghentikan Nabi Muhammad untuk menyebarkan Islam. Saat itu dipilih Abu Abd Shams untuk bicara langsung kepada Nabi Muhammad. Di luar majelis Abu Hudzaifah berteriak memberikan pengumuman bahwa Salim (budak) telah dimerdekakan dan diangkat menjadi anaknya.

Setelah itu, Wahsyi dan Bilal membicarakan Salim yang telah merdeka. Wahsyi iri karena mungkin Salim diangkat karena dia ada keturunan Arab berkulit putih. Lalu Bilal yang sudah memeluk Islam meyakinkan bahwa tidak ada bedanya Hitam dan Putih, semua sama di mata Tuhan. Dan Bilal mencoba untuk membahas tentang Muhammad seseorang yang diutus Tuhan bukan hanya untuk orang Arab tapi orang non-Arab juga, serta bukan hanya untuk orang berkulit putih tapi orang berkulit hitam juga, namum Wahsyi tidak peduli.
Di lain tempat, Abu Jahal berpapasan dengan Abu Bakr ra dan Abdullah bin Masoud, Abu Jahal memberi peringatan kepada keduanya yang telah bergabung bersama Nabi Muhammad SAW dan memeluk agamanya. Abdullah bin Masoud berkata bahwa dia akan membalas apa yang dikatakan Abu Jahal tetapi Abu Bakr berkata bahwa kita tidak boleh melakukannya. Rasulullah diutus untuk memberikan kabar gembira dan peringatan, menggunakan kebijaksanaan dan nasihat baik.
Sesuai dengan firman Allah, Al-An’am (108):
Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan mereka kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.
Malamnya, Uthbah mendatangi kediaman Abu Hudzaifah bersama Suhaila dan Abu Jandal saudaranya. Mereka membicarakan tentang bergabungnya Salim dalam keluarga mereka. Uthbah yang bijak akhirnya menerima Salim sebagai anggota keluarganya karena dia melihat Abu Hudzaifah sangat menyayangi Salim. Uthbah memberi nasihat kepada Salim untuk bersikap baik karena aibnya akan menjadi aib keluarga ayah angkatnya. Dan meminta Salim untuk selalu bersama Abu Hudzaifah karena dia lah yang memerdekakannya. Dan Salim menjawab bahwa dia tidak akan meninggalkan ayahnya selama sisa hidupnya dan rela meninggal untuknya.

Di hari lain, Abu Hudzaifah, Salim beserta isri sedang melaksanakan salat ketika Utbah datang mengunjungi rumahnya. Abu Hudzaifah marah dan berkata bahwa anaknya telah membangkang kepadanya. Lalu Salim membacakan Ayat Quran yang menjelaskan mengenai larangan membangkang kepada orang tua, seperti yang diriwayatkan dalam S. Al-Isra (23-24):
Dan Rabb-mu telah memerintahkan, supaya kalian jangan beribadah melainkan hanya kepadaNya,
dan hendaklah kalian berbuat baik kepada kedua orang tua dengan sebaik-baiknya. Dan jika salah satu dari keduanya atau kedua-duanya telah berusia lanjut di sisimu (dalam pemeliharaanmu), maka janganlah katakan kepada keduanya “ah” dan janganlah kamu membentak keduanya. Dan katakanlah kepada keduanya perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih-sayang. Dan katakanlah: “Wahai Rabb-ku, sayangilah keduanya, sebagaimana keduanya menyayangiku sewaktu kecil”.
Abu Hudzaifah menjelaskan makna dari Quran tentang seorang anak boleh tidak melakukan apa yang diperintahkan orang tuanya untuk menyekutukan Allah. Seperti dalam S. Lukman (15):
Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. 
Ada satu keluarga lagi yang dibahas dalam episode ini, yaitu keluarga Suhail bin Amr dengan kedua anaknya Abu Jandal dan Abdullah. Suhail dikenal sebagai pembicara yang pandai, bijak dan disegani. Setiap dia berkhutbah di depan rakyat Quraisy semua orang patuh dan mengikuti kata-katanya. Diantara kedua anaknya Abdullah adalah orang yang terang-terangan tidak suka terhadap ayahnya yang memerangi Nabi Muhammad, sedang Abu Jandal anak yang patuh tetapi sebenarnya dia tidak suka dan memiliki pendapat yang berbeda dari ayahnya.

Abdullah tidak suka menemani ayahnya berkhutbah untuk menjelek-jelekan Nabi Muhammad, dengan alasan dulu ayahnya berkata bahwa Muhammad itu orang baik, jujur, bermurah hati tetapi sekarang malah memakinya dan mengatakan bahwa Muhammad adalah pembohong dan tukang sihir. Dan apa yang telah ayahnya katakan tentang Muhammad sebenarnya Suhail sendiri tidak tahu apakah itu benar atau tidak. Menurut Abdullah, jika dia percaya dengan apa yang dikatakan ayahnya tentang Muhammad hari ini, berarti ayahnya dulu adalah pembohong.
Menjadi tidak jelas tapi jujur jauh lebih baik dari pada menjadi pandai tapi palsu.
PS. Orang Quraisy menyebut Nabi dengan sebutan Muthammam yang artinya ‘the reviled one’ yaitu yang menjadi kebalikan dari namanya Muhammad yang artinya ‘the praised one’.

#Kataku

Beberapa hal yang dapat diambil pelajaran dari episode ini:

1. Tidak boleh berkata ah kepada kedua orang tua. Dan harus berbakti kepada mereka biarpun kita dan orang tua berbeda pendapat.
2. Boleh tidak mengikuti perintah orang tua untuk menyekutukan Allah.
3. Derajat/kedudukan manusia dimata Allah sama kecuali hatinya.
4. Selalu berkata baik dan murah hati walaupun itu kepada musuh kita.

Serial ini makin memperlihatkan bahwa wajib ditonton seluruh umat di dunia, tidak ada yang terkecuali. Karena, setiap tokoh diceritakan dengan porsi yang pas dan setiap kejadian memiliki makna yang bisa diambil sebagai pelajaran serta inilah Islam yang sebenarnya. Selain itu, ayat-ayat Quran yang dikatakan pada dialog dalam serial ini juga pas, sehingga kita yang lupa diingatkan kembali oleh serial ini. Semoga Allah merahmati dan memberkahi setiap jalan crew dan pemain Omar series.
Aku bukan ahli agama, jadi tulisanku ini menjadi pengingat juga bagi diriku pribadi. Semoga penceritaan kembali tentang serial Omar episode 2 ini bermanfaat.
Baca Selengkapnya >>

Serial Omar (Umar Bin Khattab) Episode 3


 
Episode ini menceritakan tentang tindakan yang dilakukan kaum Quraisy terhadap Nabi Muhammad, mereka mencoba melakukan berbagai cara untuk Melawan nabi.

Meneruskan episode 2 kemarin, episode ini dimulai dari pertemuan petinggi Quraisy yang sedang berdiskusi tentang bagaimana melawan Nabi Muhammad. Abu Jahal (Abu Hakam) menyarankan untuk segera berperang,  sedangkan petinggi Quraisy lain masih menimbang-nimbang saran tersebut. Beberapa petinggi Quraisy memusuhi Nabi Muhammad karena mereka iri mengapa Allah memilih Nabi Muhammad sebagai Rasul padahal ada mereka yang lebih terpandang dan kaya. Umar ra akhirnya ikut bicara, menurutnya kalau langsung mengambil jalan perang maka akan mempercepat apa yang seharusnya bisa dihindari, yaitu perpecahan sanak saudara, kehancuran dll. Maka beliau memberi saran untuk menemui Abu Thalib (paman nabi) untuk meminta dia yang menghentikan Nabi Muhammad untuk berhenti menyebar luaskan agama Islam. Saran Umar ra tersebut disetujui para petinggi Quraisy yang ada disitu.

Di hari lain, Abu Bakar ra memberikan nasihat kepada kaum muslim di atas bukit,untuk tidak mencemaskan petinggi Quraisy dan kearoganan mereka. Beliau mengingatkan bahwa Allah lah yang menentukan nasib seseorang. Jangan terlalu memperdulikan mereka dan jangan pula putus asa, karena perilaku yang baik dan halus akan selalu membuahkan hasil yang lebih baik.

Pada hari dimana Petinggi Quraisy bertemu dengan Abu Thalib, mereka malah meminta Abu Thalib untuk segera menyerahkan Nabi Muhammad, jika tidak maka mereka akan memerangi Nabi beserta Abu Thalib dan membinasakan kaumnya. Biarpun Umar ra berdiri bersama petinggi Quraisy saat itu, tetapi beliau tidak setuju karena dia berpikir petinggi Quraisy tidak memiliki moral. Dia mengatakan kepada Zaid dan Ayyash, jika meminta Abu Thalib menyerahkan Nabi Muhammad kepada mereka berarti mereka menjatuhkan kehormatan dan mengina Abu Thalib, karena orang Quraisy menjunjung tinggi persaudaraan.

Biarpun Umar ra sangat membenci nabi Muhammad dan tindakannya menyebarkan agama Islam tetapi menurut Umar ra, moral dan integritaslah yang harusnya muncul ketika menghadapi masalah. Jika hanya mengandalkan perang, maka orang-orang yang menaruh harapan pada pedanglah yang akan terjebak.
Ditempat lain Utbah bin Rabiah (Abu Walid) mengunjungi rumah Abu Hudzaifah yang saat itu sedang makan bersama Salim, budaknya. Abu Walid terkejut melihat putranya bersikap seperti itu, menurutnya itu merendahkan dirinya. Lalu mereka meperdebatkan perbedaan manusia ketika meninggal dan dikubur.
Pada episode ini masih ditutup dengan diskusi petinggi-petinggi Quraisy, mereka mendiskusikan apa yang selanjutnya harus dilakukan ketika sudah berkali-kali bertemu dengan Abu Thalib tetapi tidak membuahkan hasil apapun. Umar ra pun menjelaskan pemikirannya, seperti dia menjelaskan kepada dua kerabatnya Zaid dan Ayyash. Jika sudah menghinakan satu kaum maka akan dihinakan oleh seluruh orang Arab.
Ada sebuah syair yang disebutkan Umar ra,
Barang siapa yang tidak mendukung anaknya tidak akan membantu tetangganya.
Oleh karena itu, Umar ra memberikan saran untuk tidak mempercepat konfrontasi terhadap keluarga Bani Hasyim dengan kekerasan dan pemutusan kekerabatan. Bagaimanapun juga menurutnya, dulu Abdul Muthalib (Kakek Nabi) menjadi pemimpin nomor satu di Quraisy yang tidak terkalahkan.

#Kataku

Ada beberapa hal yang bisa dipelajari dari episode 3 ini, mengenai musyawarah. Seperti cerita diawal mengenai saran Umar ra lebih diterima petinggi Quraisy dibandingkan saran dari Abu Jahal. Musyawarah bertujuan agar semua orang mengeluarkan pendapatnya sehingga anggota bisa memilih tindakan/saran yang terbaik. Bukan karena Umar ra masih muda dan keponakan dari Abu Jahal lantas dia tidak boleh mengeluarkan pendapat dan harus mengikuti saran pamannya itu. Seperti yang Umar ra bilang, musyawarah bukan untuk berkompetensi dalam pendapat tetapi menemukan jalan yang tepat.

Selain itu mengenai kesabaran dalam menghadapi musuh. Seperti yang dikatakan Usman ra bahwa yang berperilaku jahat maka balaslah dengan berperilaku baik, yang keras sebaiknya dihadapi dengan kesabaran dan kebijaksanaan. Jika tidak, musuh yang akan menang karena mereka berhasil membuat kita seperti mereka.

Dan, adegan Utbah dan anaknya Abu Hudzaifah yang berdebat setelah melihat Abu hudzaifah makan bersama budaknya di satu piring. Disitu dikatakan bahwa baik Tuan dan budak sama-sama mati dan dikuburkan dalam tanah. Dan ketika manusia mati mereka tidak membawa apa-apa kecuali amal baik mereka.

Aku bukan ahli agama, jadi tulisanku ini menjadi pengingat juga bagi diriku pribadi. Semoga penceritaan kembali tentang serial Omar episode 2 ini bermanfaat.
Baca Selengkapnya >>

Serial Omar (Umar Bin Khattab) Episode 2


Di episode ini, Abu Bakar Ashidiq ra (selanjutnya disingkat Abu Bakar ra) tidak lagi berkumpul dengan petinggi Quraisy. Beliau adalah sahabat nabi Muhammad SAW yang paling dekat, dan tentu setelah nabi mendapat wahyu mengenai Islam Abu Bakar juga ikut masuk Islam. Beliau merahasiakan dari petinggi-petinggi Quraisy penyembah berhala dan hanya memberi tahu Usman Bin Affan ra (Usman ra).
Ditempat lain, Ali bin Abi Thalib (Ali ra) kecil berlari ke rumah ayahnya, Abu Thalib, untuk memberitahukan bahwa Muhammad sepupunya adalah Nabi, seorang Rasul (utusan Allah). Karena Rasul dikenal sebagai orang yang jujur, selalu berkata benar, maka Abu Thalib menginginkan Ali ra untuk mengikuti kata-katanya dan menjaganya.

Mulai episode ini, petinggi-petinggi Quraisy tahu akan berita tentang kenabian Muhammad dan agama baru yang dibawanya atas perintah Allah melalui malaikat Jibril. Mereka berdiskusi untuk melawan Nabi Muhammad SAW karena beliau telah menolak agama nenek moyang mereka.

Setelah 3 tahun diutusnya Nabi, kaum muslimin yang jumlahnya makin banyak mulai terang-terangan menampakan diri sebagai orang Islam dengan melakukan solat diatas bukit. Dan hal ini memicu Abu Sufyan untuk mengajak petinggi Quraisy agar cepat melawan Rasulullah dan pengikutnya.

Dalam episode ini, jelas sekali bahwa orang-orang Arab sangat bangga akan keArabannya dan mengedepankan asal atau keturunannya. Biarpun dia budak yang telah dibebaskan, oleh orang Quraisy akan tetap diperlakukan seperti budak dan diungkit-ungkit darimana asalnya. Berteman atau bergaul pun begitu, memilih-milih dari mana asalnya dan apa kedudukannya, maka tidak akan ada pertemanan dengan budak. Sedangkan setelah Islam ada, semua orang adalah sama dimata Allah yang berbeda hanya derajat keimanannya. Maka akan terlihat petinggi, orang kaya, orang terpandang bergaul, duduk bersama dan beribadah dengan budaknya.

Sesuai dengan firman Allah S. Asy-Syura’,

“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat, dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman.”

Maka Nabi Muhammad SAW memanggil orang-orang dari Bani Hasyim, kelompok/kaumnya untuk berkumpul dan beliau menjelaskan tentang agama Islam. Seperti yang sudah disebutkan, nabi Muhammad dikenal sebagai orang yang jujur dan berkata benar, Abu Thalib meyakinkan akan hal itu dihadapan semua orang dari Bani Hasyim. Beliau meminta agar semua orang yang telah mendengarnya membuat keputusan sendiri untuk memeluk Islam, karena sesungguhnya tidak ada paksaan bagi siapapun untuk memeluk agama Islam. Lalu Abu Lahab berbicara lantang dihadapan semua orang bahwa dia akan menjadi orang yang paling menentang agama Islam biarpun Nabi Muhammad SAW adalah keponakannya. Dan dia malah mengatakan bahwa apa yang dikatakan Nabi adalah sihir.

Sementara di tempat lain, Umar ra berpikir tentang kenabian ini akan berdampak kepada seluruh negara Arab yang telah mempercayakan mereka sebagai kaum yang menjaga Ka’bah. Beliau berpikir tindakan nabi ini akan memecah kaum Quraisy.

Ada yang menarik dari episode ini, ketika Amr Bin Ash, Khalid Bin Walid, Safwan bin Umayyah, Ikrimah dan Umair bermain judi di depan ruang pertemuan petinggi Quraisy berkumpul untuk membahas tentang Nabi Muhammad. Di ceritakan Khalid bertaruh 2 unta dengan Safwan yang dikenal sebagai anak gurun yang dermawan. Safwan ragu dengan taruhan Khalid, karena 2 unta dinilai terlalu banyak, padahal setiap malam Safwan selalu menyembelih unta sebagai hidangan makanan dan dibagikannya kepada orang-orang. Dan kali itu, Safwan kalah, dia berkata, demi berhala, apa balasanku aku memotong unta dan meberikan makan orang-orang setiap hari padahal aku selalu mengitari berhala dan berdoa. Khalid pun menjawab, mungkin ketika berdoa suaramu kurang lantang. Dan Amr menambahkan, atau kamu tidak mengorbankan unta yang terbaik. Lalu mereka semua tertawa.

*jika kalian menonton episode ini, melihat Ali ra kecil menggandeng kakek tua yang buta, beliau adalah Waraqah, penasihat dan pembantu Khadijah. Dan orang tua yang berkata (kurang lebih seperti ini), “Nantinya kota ini (Mekah) akan hanya diinjaki oleh orang-orang muslim”. Beliau adalah Zaid (ayah dari Said bin Zaid ipar Umar ra).

#Kataku

Kita harus bersyukur sebagai pemeluk agama Islam yang bukan berada di zaman Nabi. Bayangkan solat harus mengumpat-umpat, diatas bukit, belum lagi tiap hari pasti dapat hujatan, makian dari orang-orang yang menantang. Dan bersyukur dilahirkan dari keluarga yang sudah Islam maka kita tinggal menuruti apa yang difirmankan Allah. Tetapi enak juga menjadi orang Islam di zaman Rasul karena benar-benar merasakan Islam, buktinya hati langsung bergetar dan yakin bahwa Islam agama yang benar setelah dibacakannya firman Allah dalam Al-Quran.

Kisah Safwan tentang doanya yang tidak pernah dibalas berhala juga bisa diambil hikmah. Pakai logika saja, patung berasal dari tanah liat/semen/ apapun bahannya yang dibuat oleh manusia, tidak bernyawa, tidak pula dapat mengambil nyawa, jadi bagaimana bisa sesuatu yang diciptakan oleh manusia sendiri memberikan manfaat sedangkan dia tidak bisa melakukan apa-apa, benda mati.

Aku bukan ahli agama, jadi tulisanku ini menjadi pengingat juga bagi diriku pribadi. Semoga penceritaan kembali tentang serial Omar episode 2 ini bermanfaat.
Baca Selengkapnya >>

Serial Omar (Umar Bin Khattab) Episode 1


Diawali dengan Umar Bin Khattab ra (selanjutnya disingkat Umar ra) melakukan umrah bersama umat muslim. Ketika tawaf, mengelilingi Ka’bah, Umar ra berdoa  seperti ini:
“Ya Allah, berikan aku harta di dunia tidak terlalu banyak dan tidak terlalu sedikit. Sehingga aku tidak melampaui batas dan juga tidak melupakan tanggung jawabku. Jumlah yang kecil tapi sedikit lebih baik daripada besar tapi menyebabkan lupa kepada-Mu.
Ya Allah, umurku bertambah dan telah banyak hilang kekuatanku, tetapi semakin bertambah. Panggillah aku ketika aku bisa memenuhi tanggung jawabku, tanpa meninggalkan salah satupun.”
Dan beliau berpidato didepan umat muslim, seperti ini:
“Tugas penguasa yang paling penting terhadap rakyatnya, adalah mendahulukan kewajiban mereka terhadap Allah. Tugas kami untuk meminta kalian, memenuhi apa yang Allah perintahkan kepadamu sebagai hamba-Nya yang taat. Serta menjauhkan kalian dari perbuatan maksiat terhadap Allah. Kami juga harus menerapkan perintah-perintah Allah dimana mereka diperlakukan sama untuk setiap orang dalam keadilan yang nyata. Dengan begitu kita memberikan kesempatan kepada orang bodoh untuk belajar, yang lengah untuk memperhatikan dan sesorang yang sedang mencari contoh untuk diikuti. Untuk menjadi orang beriman yang sejati, tidak didapatkan dengan mimpi tetapi dengan perbuatan yang nyata. Makin besar amal perbuatan sesorang, makin besar pula balasan dari Allah dan jihad adalah puncaknya amal kebaikan. Jihad dijalan Allah yang sesungguhnya adalah menjauhkan diri dari dosa.
Tidak ada yang disayangi Allah dan bermanfaat bagi manusia daripada kebaikan pemimpin berdasarkan pemahaman yang benar dan wawasan yang luas. Tidak ada yang paling dibenci Allah selain ketidaktahuan dan kebodohan pemimpin. Sebagai pemimpin, bertakwalah kepada Allah dalam memperlakukan rakyatnya. Untuk semua pejabat, jangan memukuli orang untuk menghinakan mereka, jangan meniadakan hak mereka dan tidak mengurus mereka dan jangan menyusahkan mereka sehingga mereka terasa berat.”
Dari episode ini dimulai lah, penggambaran kilas balik mengenai Umar ra ketika masih jahilliyah (belum memeluk Islam), 6 tahun sebelum diutusnya nabi.
Umar ra adalah anak dari Khattab, masa mudanya dihabiskan untuk mengurus unta ayahnya. Umar ra muda sangat kasar, gesit, berbadan tegap dan pekerja keras. Dia begitu juga karena didikan ayahnya yang keras, dia tidak boleh pulang kerumah jika pekerjaannya dengan unta ayahnya belum selesai. Mekah adalah kota dimana sebagian penduduknya memiliki mata pencarian berdagang, waktu itu dia berkeinginan untuk berdagang, tetapi ditolak ayahnya dengan alasan lantas siapa yang akan mengurus unta, karena dari beberapa anak Khattab Umar ra lah yang mengerti soal unta dan cekatan dalam mengurusnya. Tetapi Zaid, saudaranya memberikan beberapa uang sebagai modal Umar ra untuk memulai berdagang.
Umar muda dikenal sebagai pemuda yang bermoral, berwawasan luas dan pemikirannya berbeda dari orang-orang Mekah kebanyakan. Walaupun saat itu belum masuk Islam, tetapi perilakunya sudah mencerminkan sebagai orang yang berakhlak baik, terpandang, detail, adil dan bijaksana. Dia paling senang membaca syair. Apa yang dilakukan setiap hari, dia tidak pernah mengeluh. Dia mencari pengetahuan dari apa yang dikerjaan, mengambil hikmahnya, belajar dari kehidupan.
“Barang siapa teguh dalam pendirian, tidak akan goyah. Barang siapa takut akan kematian, maka kematian akan menguasainya walaupun dia lari dengan menggunakan tangga menuju langit. Barang siapa berkecukupan tapi menolak untuk menolong orang akan tidak diakui dan dikecam.”
Konsep bahwa manusia itu adalah makhluk sosial pun didapatnya ketika mengembala unta, dia berpikir bahwa setiap manusia punya peran & pemikirannya masing-masing, maka dari itu setiap orang akan membutuhkan orang yang lain. Mereka akan saling mengisi dan bersatu dalam perbedaan.
Pada 2 tahun sebelum diutusnya nabi, saat Umar ra menjadi pedagang, beliau mengedepankan kejujuran & keadilan. Beliau tidak akan sembarangan memberikan diskon, dan tidak pula memberikan harga yang tinggi. Kalau memang itu harganya, dia akan menjual seharga itu. Sungguh adil dan bijak beliau.
Dan di episode ini, diutuslah seseorang dari penduduk Mekah sebagai seorang Rasul (utusan Allah) yang membawa kabar gembira dan peringatan.
Wahyu pertama dari Allah kepada Muhammad Rasulullah Salaullahualaihi wassalam, S. Al-Alaq:
Bacalah! Dengan nama Tuhan-Mu yang menciptakan. Yang menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah! Dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah. Dialah yang mengerjakan dengan pena. Ia mengajarkan manusia yang mereka tidak ketahui.
S. Al-Mudatsir :
Wahai orang yang berselimut! Bangunlah dan berilah peringatan! Dan agungkanlah Tuhanmu! Dan bersihkanlah pakaianmu! Serta menjauhlah dari berhala! Dan janganlah memberikan sesuatu karena menginginkan lebih.

#Kataku

Hal pertama yang membuat aku penasaran dengan serial ini adalah, ini kali pertamanya aku tahu/mungkin pernah tau tapi lupa, bahwa Umar ra adalah sahabat Rasul yang masuk Islamnya belakangan. Mengapa dia bisa masuk Islam, dan kenapa bisa dia menjadi Rasul.. Itulah yang menggerakan aku untuk mengikuti serial ini. ^^

#Notes

Tulisan ini dimaksudkan hanya untuk berbagi pengetahuan. Aku bukan ahli dalam sejarah, apalagi sejarah Islam. Aku hanya mengagumi cerita dari serial ini, dan ingin sekali berbagi isi cerita kepada semua orang, karena banyak sekali pelajaran yang bisa didapat, nasihat yang bisa membawa kita untuk muhasabah (introspeksi) diri. Sosok Umar ra patut dicontoh bagi setiap makhluk, karena tiap makhluk harus bisa memimpin dirinya sendiri. Aku hanya membuat sinopsis berdasarkan apa yang didapat dari serial ini. Wallahualam bishawaf.
Baca Selengkapnya >>

Film "OMAR" - Umar Bin Khattab

Film "OMAR" - Umar Bin Khattab adalah sebuah TV series yang sangat layak untuk disaksikan, karena film ini sangat fenomenal dan sarat pesan moral. Besarnya antusiasme pemirsa terhadap "OMAR" yang disiarkan pada bulan Ramadan lalu, MNCTV kembali menayangkan serial kolosal ini setiap Sabtu dan Minggu pukul 17.00 WIB

Kisah ini dimulai di tahun 610 Masehi. Mekkah adalah sumber kekacauan, dengan dominasi kegelapan, perang antar suku, pusatnya beragam Tuhan, kota yang dikuasai dengan suku-suku brutal, singkatnya, kota di mana ketidakadilan dan kekerasan mendominasi.

Hingga muncullah figur Rasullah Muhammad SAW yang menyebarkan kedamaian dan kebaikan Islam kepada masyarakat Mekkah. Perjuangan Muhammad sungguhlah sulit pada masa itu, ketika harus menghadapi ancaman-ancaman kekuatan-kekuatan animisme dan paganisme. Di mana Muhammad SAW dan para pengikutnya menghadapi diskriminasi bahkan ancaman kematian. Namun karena keyakinannya, perjuangan Muhammad SAW terus berlanjut apapun resikonya.

Singkatnya, hingga akhirnya Muhammad SAW mengangkat Umar bin Khattab sebagai khalifah untuk menggantikan Abu Bakar yang meninggal dunia. Di kepemimpinan Umar inilah kejayaan Islam dimulai. Banyak kemajuan yang terjadi melalui kebijakan-kebijakan Umar, dan Umar pun berhasil memperluas pengaruh Islam hingga ke Persia.

Pemimpin yang adil, bijaksana, tegas, disegani, dan selalu memperhatikan urusan kaum muslimin, menegakkan ketauhidan dan keimanan, merobohkan kesyirikan dan kekufuran, menghidupkan sunnah dan mematikan bid'ah.

Bagi teman-teman yang ingin mendapatkan serial film “OMAR” (Umar bin Khattab ra), yang selama Ramadhan ini ditayangkan di MNC TV, teman2 bisa download filmnya di link sebagai berikut :

Download  Omar Bin Khattab Series 2012 (Full)

Download Subtitle bahasa indonesia Omar bin khattab series 2012 ( full )
Baca Selengkapnya >>

Kisah Hindun binti ‘Utbah

Hindun binti ‘Utbah
Hindun binti ‘Utbah (هند بنت عتبة) adalah istri dari Abu Sufyan bin Harb, seorang pria yang sangat berpengaruh di Mekkah. Dia ibu dari Muawiyah I, pendiri dinasti Umayyah dan Ramlah binti Abu Sufyan adalah salah satu dari istri Muhammad.

Abu Sufyan dan Hindun awalnya sangat menentang penyebaran agama Islam. Statusnya sebagai sahabat nabi dipertanyakan karena aksinya yang sebelum memeluk Islam, telah memakan hati dari Hamzah paman Muhammad sewaktu Perang Uhud.

Ia diperkirakan hidup pada akhir abad ke-6 dan awal ke-7.

Baca Selengkapnya >>

Kisah Utbah Bin Rabiah

Utbah Bin Rabiah
Utbah Bin Rabiah merupakan salah seorang tokoh di dalam kaum Quraisy yang menentang dakwah yang dibawa oleh Nabi s.a.w dan para pengikutnya. Beliau juga mempunyai ikatan kekeluargaan dengan Nabi s.a.w.

Sudah sekian lama Utbah bin Rabiah menyimpan niat supaya Nabi s.a.w berhenti dari berdakwah. Pada suatu hari, Nabi Muhammad s.a.w sedang bersendirian di Masjidil Haram, kesempatan ini telah digunakan oleh Utbah untuk memujuk Nabi bagi menghentikan dakwah baginda. Utbah telah pergi menemui Nabi s.a.w seraya berkata ; “Wahai saudaraku, engkau adalah orang yang terpandang dan berasal dari keluarga yang dihormati, akan tetapi engkau telah membawa masalah besar di dalam kaum mu dengan memecahbelahkan perpaduan mereka.

Dengar dengan teliti, aku mahu mengajukan usul dan tawaran kepada mu. Fikirkan dengan bersungguh-sungguh dan aku harap engkau mempersetujuinya. Sekiranya engkau tidak mempersetujui kesemuanya mungkin sebahagian daripadanya juga sudah cukup.”

Nabi pun menjawab, “Baiklah, sampaikan apakah tawaran mu itu ?”

Utbah pun menyampaikan usul dan tawarannya, “Wahai saudaraku ! sekiranya engkau melakukan dakwah mu ini kerana mahu mendapatkan harta kekayaan, kami sanggup mengumpulkan sebahagian daripada harta kekayaan kami dan akan kami serahkan kepadamu sehingga engkau menjadi antara orang yang terkaya di antara kami.

Sekiranya engkau mengidamkan kehormatan dan pangkat daripada dakwahmu ini, kami mampu menjadikan engkau sebagai pemimpin kami dan menurut segala keputusanmu. Ataupun engkau mahu menjadi raja kami? Kami juga boleh mengangkatmu menjadi raja kami?

Sekiranya apa yang membuatkan engkau melakukan dakwah ini adalah daripada penguasaan jin yang berada di dalam tubuhmu dan engkau tidak dapat melepaskan diri daripada penguasaan jin tersebut, kami sanggup mencari dukun atau tabib yang mampu menyembuhkanmu. Berapa tinggi pun biaya perubatannya kami sanggup menanggungnya.”

Nabi Muhammad s.a.w pun menjawab “Dengarkan pula kata-kataku, wahai saudaraku !”

Utbah pun berkata, “Baiklah, aku mahu mendengarkannya!”

Nabi s.a.w pun membacakan ayat Al-Quran, iaitu surah Fussilat dari awal dan apabila tiba di ayat yang ke 13 yang bermaksud, “ Sekiranya mereka berpaling katakan, ‘Aku memperingatkan kamu dengan petir seperti petir yang menimpa kaum A’ad dan kaum Tsamud.’ “ Wajah Utbah menjadi pucat kerana takut dan meminta baginda menghentikan bacaannya.

Tanpa menghiraukan ketakutan yang melanda Utbah, Nabi s.a.w terus membacakan surah Fussilat sehingga ayat 37, Utbah menjadi semakin takut dan akhirnya pergi meninggalkan Nabi s.aw dengan wajah yang pucat lesi.

Sekembalinya Utbah kepada kaumnya, para pemimpin Quraisy kehairanan dan tertanya-tanya, apakah yang terjadi kepada Utbah.

Utbah menjelaskan kepada mereka, “Aku mendengarkalimat-kalimat yang belum pernah aku dengar selama ini, bukan syair dan bukan mentera dukun. Percayalah kepadaku dan biarkanlah sahaja Muhammad itu. Lebih baik kita menghindarinya dan aku yakin kata-katanya itu kelak akan menjadi berita yang besar. Sekiranya nanti dia memperoleh kemenangan, kerajaannya itu bererti kerajaan kita semua, kerana kita adalah kaum Quraisy. Semoga kita berbahagia dibawah pimpinannya.”

Mendengar kata-kata Utbah itu, para pembesar Quraisy berteriak, “Kamu terkena sihir Muhammad, wahai Utbah!”

Utbah menjawab, “Terserah kepada apa yang kamu mahu katakan berkaitan dengan diriku.”


Ulasan;

Utbah sebenarnya sudah nampak kebenaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad s.a.w ,di kala dia berdialog dengan Nabi s.a.w, tetapi disebabkan beliau tidak mahu menanggung malu dihadapan kaumnya maka dia memilih untuk tidak memeluk Islam dan akhirnya beliau mati di dalam Peperangan Badar.

Begitu juga dengan apa yang berlaku pada masyarakat kita sekarang ini. Seorang ahli maksiat sebagai contohnya kaki minum arak, dia bukannya tidak tahu bahawa arak itu haram dan membawa keburukan kepada jasmani dan rohaninya, tetapi disebabkan malu kepada kawan-kawannya atau memikirkan apa yang akan diperkatakan oleh kawan-kawannya yang kaki botol itu, maka ia memilih untuk terus minum arak untuk mengelakkan dari rasa malu kepada kawan-kawannya itu. Begitu juga dengan perkara-perkara maksiat yang lain seperti kaki judi, kaki perempuan dan lain-lain lagi.

Tetapi disini ingin saya bertanya, kenapa tidak mengutamakan, apa yang Allah akan kata kepadanya? Kenapa kata-kata manusia durjana pula yang perlu diutamakan ? Di mana rasa malu kepada Allah apabila melakukan dosa dan kesalahan ? Mengapa perlu rasa malu apabila meninggalkan perkara-perkara maksiat? Apakah yang akan kita jawab apabila berhadapan dengan Allah kelak ?

Semoga kisah di atas dapat kita jadikan sebagai pengajaran buat kita, dan sama-samalah kita muhasabah diri kita supaya kita tidak terjerumus ke lembah kehinaan. Kepada yang masih terlibat dengan perkara-perkara maksiat, saya menyeru dan merayu kepada anda, supaya bertaubatlah dan kembalilah ke jalan yang benar. Pintu taubat sentiasa terbuka luas, buatlah pilihan yang bijak sebelum terlambat. Nikmat tuhan manakah lagi yang engkau hendak dustakan.
Baca Selengkapnya >>

Kisah Al-Walid Bin Al-Mughirah

AL-WALID BIN AL-MUGHIRAH


Ibnu lshaq berkata, “Kemudian beberapa orang dari Quraisy mengadakan pertemuan dengan Al-Walid bin Al-Mughirah pada saat musim haji telah tiba. Al-Walid bin Al-Mughirah adalah tokoh yang mereka tuakan. Di pertemuan tersebut, Al-Walid bin Al-Mughirah berkata kepada mereka,

‘Hai orang-orang Quraisy, musim haji telah tiba dan rombongan orang-orang Arab akan berdatangan ke tempat kalian dan mereka telah mendengar persoalan sahabat kalian ini (Muhammad). Oleh karena itu, hendaklah kalian satu pendapat, jangan berselisih, jangan sebagian mendustakan sebagian lain, dan ucapan sebagian ditolak sebagian lain.’

Mereka berkata, ‘Engkau wahai Abu Abdu Syams, silahkan bicara dan berikan pendapatmu, niscaya pendapat itu pula yang kita ucapkan.’

Al-Walid bin Al-Mughirah berkata, ‘Justru silahkan kalian bicara, niscaya aku dengar ucapan kalian.’ Mereka berkata, ‘Kita katakan Muhammad sebagai dukun.’

Al-Walid bin Al-Mughirah berkata, ‘Demi Allah, ia bukan dukun. Kita sudah mengetahui para dukun; ucapan khasnya (yang bisa dipahami atau tidak bisa dipahami) dan sajaknya.’

Mereka berkata, ‘Kita katakan dia orang gila.’

Al-Walid bin Al-Mughirah berkata, ‘Tidak, ia bukan orang gila. Sungguh, kita sudah mengetahui orang gila, dan mengenal kekusutannya, kekacauan, dan keragu-raguan yang ada padanya.’

Mereka berkata, ‘Kita katakan dia penyair.’

Al-Walid bin Al-Mughirah berkata, ‘Ia bukan penyair, karena kita telah mengetahui semua bentuk syair dan ucapannya bukan termasuk syair’

Mereka berkata, ‘Kita katakan dia penyihir.’

Al-Walid bin Al-Mughirah berkata, ‘Tidak, ia bukan penyihir, karena kita sudah mengetahui penyihir; tiupannya dan tali temalinya.’

Mereka berkata, ‘Kalau begitu, bagaimana pendapatmu wahai Abu Abdu Syams?’

Al-Walid bin Al-Mughirah berkata, ‘Demi Allah, sesungguhnya ucapan Muhammad itu manis, akarnya harum, dan ranting-rantingnya matang. Jika kalian berkata seperti di atas, maka bisa disimpulkan bahwa perkataan kalian adalah batil. Sesungguhnya perkataan kalian yang paling tepat tentang dia ialah, hendaklah kalian mengatakan dia penyihir. Ia membawa sihir yang memisahkan orang dengan ayahnya, orang dengan saudaranya, orang dengan istrinya, dan orang dengan keluarganya. Mereka bercerai berai karena ulah sihirnya.’

Setelah itu, orang-orang Quraisy duduk di jalan-jalan umum ketika orang-orang Arab berdatangan ke Makkah pada musim haji. Tidak ada seorang pun yang berjalan melewati mereka, melainkan mereka memperingatkan perihal Muhammad kepadanya, dan menjelaskan persoalan Muhammad kepadanya.

Kemudian Allah Ta’ala menurunkan ayat tentang Al-Walid bin Al-Mughirah,

“Biarkanlah Aku bertindak terhadap orang yang Aku telah menciptakannya sendirian. Dan Aku jadika baginya harta benda yang banyak. Dan anak-anak yang selalu bersama dia. Dan Aku lapangkan baginya dan kekuasaan) dengan selapang-lapangnya. Kemuian dia ingin sekali supaya Aku menambahnya. Sekali-kali tidak (akan Aku tambah), karena sesungguhnya dia menentang ayat-ayat Kami (A Qur’ an). ‘(Al-Muddatstsir: 11-16).

Ibnu lshaq berkata, “Allah Ta’ala juga menurunkan ayat,

“Aku akan membebaninya mendaki pendakian yang melelahkan. Sesungguhnya dia telah memikirkan dan menetapkan (apa yang ditetapkannya). Maka celakalah dia! Bagaimanakah dia menetapkan? Kemuadian celakalah dia! Bagaimanakah dia menetapkan? Kemudian dia memikirkan. Sesudah itu dia bermasam muka dan merengut. ” (Al-Muddatstsir: 17-22). (sy42-Ibn Hisyam 1: 226-227)
Baca Selengkapnya >>

Kisah Musailamah al kadzab ( seorang nabi palsu )

Musailamah al kadzab
Musailamah Al Kadzb adalah seorang nabi palsu. Ia mendakwahkan dirinya jadi nabi. Ia berusaha untuk menandingi Al Qur’an, padahal mustahil bagi manusia dapat membuat susunan yang serupa dengan Al Qur’an yang dapat menandinginya. Keindahan susunan dan gaya bahasanya serta isinya tidak ada tara bandingannya. Al Qur’an adalah mukjizat yang terbesar yang diberikan kepada Nabi Muhammad SAW.

Di dalam Al Qur’an sendiri memang terdapat ayat-ayat yang menantang setiap orang dan mengatakan: kendatipun berkumpul jin dan manusia untuk membuat yang serupa dengan Al Qur’an, mereka tidak akan dapat membuatnya, sebagaimana Firman Allah SWT

Artinya: “Katakanlah: Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk mengatakan yang serupa Al Qur’an ini, niscaya tidak mereka akan dapat membuatnya, biarpun sebagian mereka membantu sebagian (yang lain).” (QS Al Isra’ ayat 88).

Musailamah Al Kadzab nabi palsu itu membuat gubahan untuk menandingi Al Qur’an. Kata-kata Musailamah Al Kadzab yang dianggapnya dapat menandingi sebagian ayat-ayat Al Qur’an contohnya adalah:

Artinya: Hai katak (kodok) anak dari dua katak, berkuaklah sesukamu,bahagian atas engau di air dan bahagian bawah engkau di tanah.

Seorang sasterawan Arab yang ternama yaitu Al Jahiz memberikan penilaian gubahan Musailamah Al Kadzab ini dalam bukunya yang bernama “ Al Hayawan “ sebagai berikut: Saya tidak mngerti apakah gerangan yang menggerakkan jiwa Musailamah menyebut katak (kodok) dan sebagainya itu, Alangkah kotornya gubahan yang dikatakannya sebagai ayat Al Qur’an itu kepadanya sebagai wahyu.”

Musailamah Al Kadzab menemui kegagalan dalam menandingi Al Qur’an. Ia bahkan mendapat cemoohan dan hinaan dari masyarakat.

Musailamah Al Kadzab yang mengaku sebagai nabi ini akhirnya ditumpas maka terjadilah pertempuran Yamamah pada tahun 12 Hijriyah, yaitu pertempuran antara pasukan Islam yang dipimpin oleh Kalid abi Walid melawan pasukan Musailamah Al Kadzab. Dengan pertempuran ini pasukan Islam dapat menumpas pasukan Musailamah Al Kadzab. Akhirnya Musailamah Al Kadzab berhasil dibunuh oleh Wahsyi. 

Musailamah Al Kadzab pembohong

Bohong adalah tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Musailamah Al Kadzab adalah seorang yang berperilaku bohong. Ia mengaku sebagai Nabi, padahal setelah Nabi Muhammad SAW tidak ada lagi nabi. Nabi Muhammad SAW adalah Nabi yang terakhir. Nabi Akhiruz zaman.

Musailamah Al Kadzab menunjukkan perilaku yang buruk, tidak mencerminkan perilaku yang terpuji, bahkan merupakan induk dari berbagai akhlak yang buruk. Berbuat bohong sangat merugikan diri sendiri dan orang banyak.

Perilaku bohong merupakan penyakit rokhani, ucapannya tidak akan dipercaya orang, sekalipun yang diucapkannya itu benar. Dalam hal bohong seperti yang dilakukan oleh Musailamah Al Kadzab banyak macam ragamnya diantaranya, mendustakan ayat-ayat Allah SWT dan Rasul-Nya, berbohong kepada orang lain, berbohong antara atasan dan bawahan, pemimpin dengan pemimpin, berbohong antar teman sendiri dll.
Berbohong merupakan akhlak yang tercela yang harus kita hindari sejauh mungkin, apalagi berbohong kepada Allah SWT dan Rasul-Nya akan berakibat yang fatal sebagaimana Firman Allah SWT

Artinya: “Dan pada hari Kiamat akan melihat orang-orang yang berbuat dusta terhadap Allah SWT mukanya menjadi hitam. Bahkan dalam neraka jahannam itu ada tempat bagi orang-orang yang menyombongkan diri” (Q.S. Az Zumar ( 39 ): 60)

Berbohong selain termasuk sifat tercela yang pelakunya akan ditempatkan di neraka Jahannam, juga merupakan salah satu sifat dari munafik. Dalam hadits Bukhari Muslim disebutkan:

Artinya: “ Tanda-tanda orang Munafik ada tiga: apabila berbicara selalu bohong / dusta, apabila berjanji tidak ditepati/ menyelisihi, dan apabila dipercaya berhianat (H.R. Bukhari Muslim).

Perilaku seperti yang dilakukan Musailamah Al Kadzab si Nabi Palsu itu harus kita hindari. Perilaku yang harus kita pupuk adalah perilaku untuk memperbaiki iman kita, karena dengan iman yang baik akan membuahkan akhlak yang terpuji dan dari akhlak yang terpuji akan mewujudkan perbuatan yang terpuji, tegas, lugas dan tidak akan berbohong.

Orang yang selalu berkata jujur, benar, adil dan terbuka akan memperoleh kebahagiaan hidup baik di dunia maupun di akherat kelak. Oleh karena itu jauhilah sifat –sifat tercela seperti bohong ini dalam kehidupan sehari-hari sebagai bukti takwa kita terhadap Allah SWT.

Orang yang jujur akan dipercaya orang lain, disukai teman, dicintai Allah SWT dan Rasul-Nya dan bisa hidup dengan tenang dan nyaman. Akan tetapi sebaliknya apabila sifat bohong kita lakukan akan membuat kita sendiri rugi. Kita akan dijauhi teman, dibenci Allah SWT dan rasul-Nya dan akan selalu merasakan resah, gundah, gelisah dalam hidup dan kehidupannya.
Baca Selengkapnya >>

Kisah Abu jahal

Abu jahal bin hisyam
Abu Jahal nama lengkapnya adalah Abu Jahal bin Hisyam. Orang Quraisy biasa memanggilnya Abul Hakam. Ia termasuk orang yang terpandang di kalangan kabilah Quraisy. Dia adalah orang kafir Quraisy yang selalu menghalang-halangi dan memusuhi Nabi Muhammad SAW. Ejekan dan hinaan sering sekali dilontarkan dari mulutnya, menganggap Nabi gila “Hai Muhammad, apalagi yang hendak kau katakan hari ini?” suara Abu jahal dengan nada mengejek. “Ada berita penting yang harus kusampaikan,”Jawab Nabi, tenang.

“Apa itu?”

“Semalam aku telah isra’ ke Baitul Maqdis,”

“Haa…ha…gila. Kaumku! Kemarilah kalian semua! Ada berita penting dari Muhammad!” Abu Jahal memanggil orang-orag kafir Quraisy sambil terbahak-bahak.

Dalam waktu singkat penduduk mengelilingi Nabi.

“Ada apa lagi ini?” Tanya orang-orang Quraisy kasak kusuk.

“Muhammad selalu membuat ulah yang aneh-aneh, “kata kaum kafir Quraisy.

Tidak lama kemudian Nabi Muhammad SAW bercerita tentang pertemuannya dengan para Nabi. Mereka bahkan melakukan shalat berjamaah.

“Kalau kau memang bertemu para Nabi, bagaimana penampilan mereka itu? tanya Abu Jahal dengan berlagak menyelidik.

“Nabi Isa bertubuh sedang, tidak jangkung dan tidak pendek, warna kulitnya kemerahan. Kalau Nabi Musa bertubuh kekar dan jangkung. Kulitnya agak kehitaman. Sedangkan Nabi Ibrahim lebih mirip diriku, “kata Rasullullah SAW.

“Ah cerita seperti itu bisa dikarang! Siapa yang bisa meyakinkan kebenaran omongannya?”orang-orang Quraisy tetap tidak puas. Mereka lupa bahwa sejak kecil sampai dewasa (berusia 40 tahun) Rasulullah tidak sekalipun pernah berbohong.

“Bagaimana kami bisa percaya pada kata-katamu? Perjalanan yang begitu jauh engkau tempuh dalam waktu semalam saja?” Tanya seorang pemuka Quraisy.

Akhirnya Nabi bercerita lagi mengenai pertemuannya dengan beberapa kafilah yang sedang menuju Makah. Mereka baru akan tiba sore itu. Nabi menggambarkan ciri-ciri kafilah tadi dengan menjelaskan warna unta yang paling depan beserta bawaannya dan Nabi memberikan petunjuk arah pada kafilah yang tersesat.

Orang-orang kafir Quraisy segera pergi dan mencari kafilah yang diceritakan Nabi tadi ternyata keterangan Nabi benar. Meskipun demikian, kaum kafir yang sesat itu masih tidak mempercayai mukjizat yang diterima Rasulullah. Mereka tetap tidak mau beriman. 

Abu Jahal Ingin membunuh Rasulullah SAW

Para petinggi Quraisy ingin berunding dengan Rasulullah SAW. Tatkala Rasulullah SAW berlalu, Abu Jahal dengan sombongnya berkata kepada kaum Quraisy, Wahai kaum Quraisy! Sesungguhnya Muhammad sebagaimana yang telah kalian saksikan, hanya ingin mencela agama nenek moyang kita, menuduh kita menyimpang dari kebenaran serta mencaci tuhan-tuhan kita. Sungguh aku berjanjiatas nama Allah untuk duduk di dekatnya dengan membawa batu besar yang mampu aku angkat dan aku hempaskan ke atas kepalanya saat dia sedang sujud dalam shalatnya. Maka setelah itu, kalian hanya memiliki dua pilihan; menyerahkanku atau melindungiku. Dan setelah itu, Silakan Bani ‘Abdi Manaf berbuat apa saja yang mereka mau.”

Mereka menjawab, Demi Allah, “Demi Allah! Sekali-kali Kami tidak akan menyerahkanmu. Lakukan apa yang engkau inginkan.” 

Pagi harinya, Abu Jahal benar-benar mengambil batu besar sebagamana yang ia katakan, kemudian duduk sambil menunggu Rasulullah SAW, tak berapa lama, Rasulullah dating sebagaimana biasa. Lalu beliau melakukan shalat sedangkan kaum Quraisy juga sudah datang dan duduk ditempat mereka berkumpul sambil menunggu yang akan dilakukan oleh Abu Jahal. Rasul saat sujud, Abu jahal mengangkat batu besar kemudian berjalan menuju kearah nabi hingga jaraknya dekat. Akan tetapi anehnya ia berbalik mundur, wajahnya pucat pasi ketakutan. Tangannya sudah tidak bisa menahan beratnya batu hingga dia melemparkannya. Menyaksikan hal seperti itu, para pemuka Quraisy bergegas menyongsong dan bertanya”Ada apa denganmu, wahai Abu Jahal.”

“Aku telah berdiri menuju kearahnya untuk melakukan yang telah ku katakan semalam, namun ketika aku mendekatinya seakan ada onta jantan yang menghalangiku. Aku belum pernah melihat onta jantan yang lebih menakutkan darinya, baik rupanya, lehernya ataupun taringnya. Binatang itu ingin memangsaku”, Kata Abu Jahal.

Walaupun demikian Abu Jahal tidak ada sadarnya pada saat parlemen “Darun Nadwah” mengadakan sidang istimewa, Abu Jahal mewakili kabilah Bani Makhzum.

Sidang parlemen ini menyepakati terhadap keputusan keji untuk membunuh Nabi Muhammad SAW . Usulan keji itu berasal dari penjahat kelas kakap Makah yaitu bernama Abu Jahal dengan usulan bahwa setiap kabilah harus memilih seorang pemuda yang gagah dan bernasab baik sebagai perantara, kemudian masing-masing diberikannya pedang yang tajam, lalu mereka arahkan untuk menebas secara serentak seakan tebasan satu orang untuk kemudian membunuhnya. Dengan begitu akan terbebas dari ancamannya. Berarti darahnya telah ditumpahkan oleh semua kabilah.

Tatkala keputusan keji itu akan dilaksanakan turunlah Malaikat Jibril untuk memberitahukan perihal persekongkolan Kaum Quraisy. Atas izin Allah SWT Nabi Muhammad SAW berhijrah meninggalkan Makah.

Abu Jahal dengan penuh keangkuhan dan kesombongan yakin betul akan berhasil membunuh Nabi seraya berkata pada rekannya Jika kalian tidak melakukannya , maka dia akan menyembelih kalian. Sekalipun persiapan yang dilakukan orang Quraisy untuk melaksanakan rencana keji sedemikian rapinya namun mereka mengalami kegagalan.

Abu Jahal gagal menangkap nabi lantas melabrak menyatroni Rumah Abu Bakar dan keluarlah Asma binti Abu Bakar. Abu Jahal yang terkenal dengan perangainya yang buruk menampar pipi Ama dengan sebuah tamparan yang menyebabkan anting-antingnya jatuh.

Singkat cerita dengan sisa-sisa kecongkakan dan keangkuhannya dia berusaha untuk tegar dan semangat. Abu Jahal yang suka mencaci maki Rasulullah SAW itu diserang oleh dua pemuda secara serentak pada saat perang Badar dengan pedangnya hingga dapat membunuhnya. Dua pemuda tersebut bernama Muadz bin Amr Al-Jamuh dan Mu’awwid bin Afra. 

DIBAWAH INI ADALAH PERILAKUNYA YANG TIDAK TERPUJI

Abu jahal adalah seorang yang mempunyai perilaku buruk yaitu berupa sifat dengki. Dengki atau iri hati adalah sifat dan sikap tidak senang dengan kenikmatan yang diperoleh orang lain dan berusaha untuk menghilangkan kenikmatan itu dari orang lain yang memilikinya.

Menurut kamus besar bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka dengki adalah menaruh perasaan marah (benci, tidak suka) karena iri yang amat sangat kepada keberuntungan orang lain.

Dengki seperti yang telah dilakukan oleh Abu Jahal adalah sangat terlarang dalam agama Islam, karena dengki itu akan mengakibatkan malapetaka dan kehancuran bagi yang dengki itu sendiri maupun kepada orang lain.

Orang yang dengki seperti Abu Lahab dan Abu Jahal ini akan selalu membuat rencana yang tidak baik terhadap orang yang didengkinya, perasaannya akan selalu resah dan gelisah yang mendalam karena keberhasilan orang lain, sehingga ia berusaha sekuat tenaga, daya dan upaya untuk merebutnya.

Perilaku dengki dan Abu Jahal dalam sejarah yaitu seperti menghasud, memfitnah, menghalang-halangi perjuangan, menolak dan menyanggah kebenaran, menghina, merendahkan, membanggakan harta, pangkat dan ketenaran, menjerumuskan, memusuhi, menjebak dan bahkan ingin membunuhnya.

Sifat dengki, bukanlah sifatnya orang yang beriman, tetapi sifat ini adalah sifat Iblis. Orang yang dengki akan mendapat dosa yang besar dari Allah SWT. Islam mengajarkan untuk saling tolong-menolong. Kita harus menjaga persaudaraan, saling membantu dan saling nasehat-menasehati dalam kebenaran dan menetapi kesabaran.
Firman Allah SWT

Artinya:…Tolong-menolonglah kamu dalam kebaikan dan takwa, dan janganlah kamu tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. (Q.S Al Maidah (5): 2)
Artinya: …Dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran Q.S Al Ashr (103):3)

Oleh karena itu kita harus bisa menghindari perilaku dengki seperti yang telah dilakukan oleh Abu Jahal karena kedua orang tersebut adalah orang yang paling jahat dan jelek sekali moralnya, seakan-akan tidak ada lagi kebaikannya, hatinya tidak terbuka sedikitpun untuk menerima kebenaran. Makanya kita sebagai muslim jangan sampai mengikuti perilakunya. Kita harus berdaya upaya untuk menghindari perilaku dengki agar dapat selamat di dunia dan di akherat kelak.
Baca Selengkapnya >>

Kisah Abu lahab

Abu lahab

Kisah Abu Lahab tercantum dalam Al Qur’an surat Al Lahab (surat ke 111) ayat satu sampai dengan ayat lima yang artinya :

Dengan menyebut nama Allah Yang maha Pemurah lagi Maha Penyayang

  1. Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa

  2. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan

  3. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak

  4. Dan ( begitu pula) isterinya, pembawa kayu bakar

  5. Yang di lehernya ada tali dari sabut
Dalam surat Al-Lahab ini menceritakan Bahwa Abu Lahab dan isterinya menentang Rasulullah SAW. Keduanya akan celaka dan masuk neraka. Harta Abu Lahab tak berguna untuk keselamatannya demikian pula segala usaha-usahanya.

Abu Lahab adalah keturunan dari suku Quraisy yang memusuhi, menentang dan menghalang-halangi perjuanagn dakwah Rasulullah SAW dalam menegakkan agama Islam di Makah. Abu Lahab selalu menghasud para pengikut Nabi Muahammad SAW.

supaya tidak mengikuti ajaran Nabi. Ia berusaha sedemikian rupa dalam menghalang-halangi dakwah nabi, ia berupaya merendahkan agama Islam.

Pada suatu ketika Rasulullah SAW naik ke Bukit Shafa sambil berseru: “Mari berkumpul pada pagi hari ini!” Maka berkumpullah kaum Quraisy. Rasulullah SAW bersabda: “Bagaimana pendapat kalian, seandainya aku beritahu bahwa musuh akan datang besuk pagi atau petang, apakah kalian percaya kepadaku?”

Kaum Quraisy menjawab: “Pasti kami percaya.” Rasulullah SAW bersabda: “Aku peringatkan kalian bahwa siksa Allah yang dahsyat akan datang.” Berkatalah Abu Lahab: Celakalah engkau! Apakah hanya untuk ini, engkau kumpulkan kami?”.

Istri Abu Lahab juga mengikuti jejak Abu Lahab yaitu menghalang-halangi Islam dengan menyebarkan duri-duri di tempat yang akan dilalui Rasulullah SAW. Abu Lahab dengan perlakuannya seperi itu amatlah rugi dan sangat celaka, amalnya sa-sia, usahanya untuk menghalang-halangi Islam percuma, harta, pangkat, kedudukan yang dibanggakan Abu Lahab tidak berarti apa-apa. Abu lahab kelak akan disiksa dengan api neraka yang sangat panas. 

DIBAWAH INI ADALAH PERILAKUNYA YANG TIDAK TERPUJI

Abu Lahab adalah seorang yang mempunyai perilaku buruk yaitu berupa sifat dengki. Dengki atau iri hati adalah sifat dan sikap tidak senang dengan kenikmatan yang diperoleh orang lain dan berusaha untuk menghilangkan kenikmatan itu dari orang lain yang memilikinya.

Menurut kamus besar bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka dengki adalah menaruh perasaan marah (benci, tidak suka) karena iri yang amat sangat kepada keberuntungan orang lain.

Dengki seperti yang telah dilakukan oleh Abu Lahab dan adalah sangat terlarang dalam agama Islam, karena dengki itu akan mengakibatkan malapetaka dan kehancuran bagi yang dengki itu sendiri maupun kepada orang lain.

Orang yang dengki seperti Abu Lahab ini akan selalu membuat rencana yang tidak baik terhadap orang yang didengkinya, perasaannya akan selalu resah dan gelisah yang mendalam karena keberhasilan orang lain, sehingga ia berusaha sekuat tenaga, daya dan upaya untuk merebutnya.

Perilaku dengki Abu Lahab dalam sejarah yaitu seperti menghasud, memfitnah, menghalang-halangi perjuangan, menolak dan menyanggah kebenaran, menghina, merendahkan, membanggakan harta, pangkat dan ketenaran, menjerumuskan, memusuhi, menjebak dan bahkan ingin membunuhnya.

Sifat dengki, bukanlah sifatnya orang yang beriman, tetapi sifat ini adalah sifat Iblis. Orang yang dengki akan mendapat dosa yang besar dari Allah SWT. Islam mengajarkan untuk saling tolong-menolong. Kita harus menjaga persaudaraan, saling membantu dan saling nasehat-menasehati dalam kebenaran dan menetapi kesabaran.

Firman Allah SWT

Artinya:…Tolong-menolonglah kamu dalam kebaikan dan takwa, dan janganlah kamu tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. (Q.S Al Maidah (5): 2)
Artinya: …Dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran Q.S Al Ashr (103):3)

Oleh karena itu kita harus bisa menghindari perilaku dengki seperti yang telah dilakukan oleh Abu Lahab  karena kedua orang tersebut adalah orang yang paling jahat dan jelek sekali moralnya, seakan-akan tidak ada lagi kebaikannya, hatinya tidak terbuka sedikitpun untuk menerima kebenaran. Makanya kita sebagai muslim jangan sampai mengikuti perilakunya. Kita harus berdaya upaya untuk menghindari perilaku dengki agar dapat selamat di dunia dan di akherat kelak.
Baca Selengkapnya >>

Jumat, 29 Maret 2013

Kisah Sahabat Nabi: Umair bin Wahab Radhiallâhu 'anhu

Umair bin Wahab

Setelah Perang Badar usai, kaum Muslimin menawan sejumlah pasukan musuh. Di antara orang-orang Quraisy yang tertawan adalah seorang yang bernama Wahab bin Umair bin Wahab Al-Jumahy.

Ayahnya, Umair bin Wahab Al-Jumahy, adalah pahlawan Quraisy dan seorang yang sangat memusuhi Rasulullah SAW.

Yang membuat Umair sangat sedih, putra kesayangannya, Wahab, kini ditawan pasukan kaum Muslimin. Bagaimana nasib anaknya ditangan pasukan lawannya? Pikirannya selalu gelisah.

Setiap hari, siang dan malam Umair selalu resah dan gelisah. Pikirannya selalu melayang ke buah hatinya yang sangat disayanginya itu.

Pada suatu hari ia duduk-duduk bersama sahabat karibnya, Shafwan bin Umayah, seorang pemuda anak seorang pemimpin Quraisy. Saat itu Shafwan juga sedang dalam duka yang mendalam karena ayah kesayangannya mati di Perang Badar.

Kedua orang yang sedang dalam duka ini berkumpul dan berbincang-bincang mengenai langkah apa yang seharusnya dilakukan.

Di dekat Ka’bah (Hijr) Umair dan Shafwan duduk termenung bersama, lalu keduanya selalu menyebut nama pahlawan-pahlawan Quraisy yang terbunuh di Badar. Di tengah kesempatan itu Shafwan berkata, “Demi Allah, tidak ada kehidupan yang lebih baik sesudah mereka kini, sesudah kematian pahlawan-pahlawan Quraisy.”

“Demi Allah, memang begitu,” timpal Umair. “Amat benarlah katamu itu wahai Shafwan. Demi Allah, seumpama aku tidak punya pinjaman yang banyak, yang kini aku belum dapat melunasinya. Dan seumpama aku tidak punya banyak anak yang selalu aku khawatirkan makannya jika aku tinggal mati, niscaya aku datang kepada Muhammad, dan aku bunuh dia. Hatiku amat sakit padanya. Mengapa dia sampai berani menawan anak yang kucintai?”

Sebagai sahabat yang baik dan didorong oleh rasa dendam yang sama kepada seorang Muhammad, Shafwan berkata, “Ah, kalau betul-betul kau hendak membunuh Muhammad aku sanggup membayar lunas semua pinjamanmu. Adapun anak-anakmu biar bersama-anak-anakku dan orang-orang yang jadi tanggunganku. Akulah yang menanggung makannya selama aku masih hidup.”

Umair dengan pandangan yang berbinar senang menyahut, “Betulkan begitu, hai Shafwan?”

“Mengapa tidak? Aku tokh seorang laki-laki bukan, Kau jangan khawatir!”
Umair menyahut, “Kalau memang betul-betul kamu sanggup, baiklah sekarang hal ini kita rahasiakan jangan sampai ada seorang pun yang mendengar!”

Shafwan berkata, “Ya, baiklah! Dan segera kerjakanlah!”

Keduanya kemudian pulang ke rumah masing-masing. Sesampai di rumah Umair segera berkemas-kemas dan menyediakan alat-alat dengan selengkapnya. Pada pagi harinya, berangkatlah Umair dengan membawa senjata yang amat tajamnya, di antara yang dibawanya adalah pedang beracun.

Di Madinah, selagi Umar bin Khathab bercakap-cakap dengan sekelompok kaum Muslimin tentang Perang Badar dan mereka menyebut-nyebut pertolongan Allah kepada mereka, tiba-tiba terdengar suara datangnya seseorang.

Ketika Umar menoleh, tampaklah olehnya Umair bin Wahab yang sedang bergerak menuju ke arah masjid. Umar berkata kepada para sahabat, “Itu dia si Umair bin Wahab, musuh Allah! Demi Allah, pasti kedatangannya untuk maksud jahat. Dialah yang menghasut orang banyak dan mengerahkan mereka untuk memerangi kita di Perang Badar!” kata Umar berang.

Pandangan Umar terus tertuju pada setiap langkah unta yang ditunggangi Umair. Umair terus bergerak ke arah masjid, tempat sekelompok Kaum Muslimin berkumpul. Pandangannya di arahkan ke kiri dan ke kanan, mencari tahu di mana tempat Muhammad.

Pedang beracun andalannya dihunuskan, dengan mata dan muka merah seolah-olah sedang mabuk. Ia duduk tegak di atas untanya. Kemudian setelah ia sampai di masjid, turunlah ia dan mengikat untanya.

Saat itu, Rasulullah ada di dalam rumah. Dengan cepat Umar RA berlari menuju ke sana dan masuk ke dalam rumah, sambil berkata dengan suara yang sangat nyaring, “Ya Rasulullah, itulah seteru Allah si Umair bin Wahab telah datang dengan menyelempangkan pedangnya.”

Lalu Umar membawa masuk Umair menghadap Nabi. Bagai harimau yang kehilangan gigi, Umair sama sekali tidak berkutik ketika tali pedang beracunnya dipegang oleh Umar RA . Ada ketakutan yang tidak bisa disembunyikan ketika Umair berhadapan dengan Umar.

Ia hanya diam tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Memang, selamanya pahlawan-pahlawan bangsa Quraisy takut kepada Umar. Sesampai di hadapan Nabi, lalu beliau bersabda, “Lepaskanlah dia, wahai Umar!” Umar segera mematuhi perintah Rasulullah SAW.
“Selamat pagi untukmu, hai Muhammad!” kata Umair. Ucapan penghormatan seperti itu adalah seperti yang lazimnya dilakukan masyarakat jahiliyah.
Lalu Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya Allah telah memuliakan kami dengan suatu ucapan kehormatan yang lebih baik dari ucapanmu itu, hai Umair. Penghormatan itu ialah Salam.”

Selanjutnya Nabi bertanya kepada Umair, “Hai Umair sesungguhnya kamu ini datang kemari untuk apa?”

Ia menjawab, “Ya Muhammad, aku datang kemari ini hendak bertemu dengan anakku yang sekarang ada di tanganmu.”

Nabi SAW berkata, “Tidak! Sebenarnya saja. Kamu jangan berdusta.”

“Betul, ya Muhammad,” jawab Umair. “Sesungguhnya aku hendak bertemu dengan anakku, dan aku hendak meminta kepadamu supaya engkau berbuat baik kepadanya.”

Nabi berkata lagi, “Apa gunanya pedang yang kamu bawa itu?”

“Pedang ini tidak ada gunanya sedikit jua pun bagiku. Mudah-mudahan Allah menjelekkan pedang ini,” jawab Umair.

“Tidak begitu, ya Umair! Adakah kamu membenarkan, jika aku mengatakan (menerangkan) segala apa maksudmu datang kemari.”

“Aku tidak datang kemari melainkan untuk itu, Muhammad.”

Nabi dengan tersenyum lalu berkata, “Ah, tidak begitu! Mesti ada maksud lain yang kamu simpan. Cobalah dengarkan, beberapa saat yang lalu, kamu duduk bersama-sama dengan Shafwan bin Umayyah di Hijr, lalu kamu dan Shafwan menyebut kaum Quraisy yang tertanam semuanya di sumur Badar. Selanjutnya, kamu berkata begini dan begitu, dan Shafwan juga berkata begini dan begitu. Lantas kamu menyahut begini. Bukankah begitu?”

Keterangan Nabi sedikit pun tidak berselisih dari apa yang diperbincangkan oleh Umair kepada Shafwan pada waktu itu.

Umair lalu bertanya, “Ya Muhammad, Mengapa engkau tahu begitu jelas? Padahal waktu itu tidak ada seorang pun yang tahu.”

“Tentu saja aku tahu, karena ada yang memberitahukan kepadaku. Dan betulkan semua yang kukatakan itu!”

Saat itu, benih kebencian yang semula ada berubah menjadi kagum terhadap sosok Muhammad SAW. Dan seketika itu juga Umair mengucapkan dua kalimat syahadat. “Aku bersaksi bahwa sesungguhnya tuan itu Pesuruh Allah. Sungguh aku dulu mendustakan engkau Muhammad, dengan segala apa yang telah engkau datangkan dari langit dan segala apa yang diturunkan atas engkau.”

“Perkara yang engkau katakan tadi, sungguh ketika aku bercakap-cakap dengan Shafwan, tidak ada seorang pun yang tahu, melainkan aku sendiri dan Shafwan. Sesungguhnya demi Allah, aku sekarang mengerti dan sangat percaya, bahwa segala apa yang datang kepadamu itu tidak lain dan tidak bukan, melainkan dari Allah sendiri.”

Membela agama Allah

Selanjutnya, Umair meminta izin kepada Nabi hendak pulang bersama anaknya (yang telah dibebaskan oleh Rasulullah). “Ya Rasulullah,” ujarnya. “Dulu aku seorang pembela bagi pemadam cahaya Allah yang sangat menyakitkan kepada orang-orang yang mengikuti agama Allah dan amat menyakitkan kepada tuan yang nyata-nyata pesuruh Allah.”

“Oleh sebab itu, aku hendak pulang ke Makkah, dan sengaja memohon izin kepada tuan. Di Makkah akan kusampaikan kepada kawan-kawan Quraisy supaya mereka ikut kepada utusan Allah dan Rasul-Nya. Supaya mereka memeluk Islam. Mudah-mudahan saja mereka mendapat petunjuk dari Allah. Dan jika tidak suka mengikuti, aku akan menyakiti mereka sebagaimana aku dulu menyakiti sahabat-sahabat Tuan.”

Darah syuhada telah mengalir ke dalam setiap sel tubuh Umair. Dengan semangat kepahlawanan, ia berusaha ingin menutupi segala kesalahan dan dosa yang telah diperbuatnya di masa jahiliyah kemarin.

Umar bin Khathab pun berubah menjadi sangat cinta kepadanya. “Demi Allah yang diriku di tangan-Nya. Sesungguhnya aku lebih suka melihat babi daripada si Umair sewaktu mula-mula muncul di hadapan kita. Tapi sekarang aku lebih suka kepadanya daripada sebagian anakkku sendiri.”

Sementara itu, berita keislaman Umair sudah mulai ramai dibicarakan. Setiap rombongan yang datang dari Madinah, tidak ada kata yang terlewat, selain membicarakan kepindahan Umair ke agama Muhammad SAW. Bumi terasa berputar bagi Shafwan.

Peristiwa yang diharap-harapkannya akan dapat menggembirakan kaumnya dan melupakan kejadian Perang Badar dengan meninggalnya Muhammad, kenyataan yang datang bagai petir menyambar.

Sesampai di Makkah, Umair dengan sungguh-sungguh berseru kepada kaum musyrikin Quraisy, terutama kepada Shafwan.

Dan pada suatu hari ia datang kepadanya seraya berkata, “Hai Shafwan, kau itu seorang ketua (penghulu) kaum Quraisy, tapi mengapa kamu menyembah kepada batu-batu dan berhala itu? Demi Allah, sekarang aku telah menyaksikan, bahwa sesungguhnya tiada Tuhan melainkan Allah dan menyaksikan pula bahwa sesungguhnya Muhammad itu hamba dan utusan-Nya. Aku mengajakmu, hendaklah kamu mengikuti Muhammad!”

Shafwan ketika itu tidak menjawab sepatah kata pun (seperti yang sudah diikrarkannya sendiri). Ia sangat marah kepada Umair. Ia bahkan bermaksud akan menyerangnya karena merasa dikhianati. Tapi niat itu segera urung melihat Umair masih mengusung pedangnya. Shafwan menghindar dan mengambil sikap berseberangan dengan Umair. Sebagai sahabat karib, Umair merasa sangat kasihan dengan kenyataan itu. Setelah beberapa lama Shafwan tidak lagi terlihat batang hidungnya.

Sementara jumlah orang-orang Quraisy yang masuk Islam dan mengikuti jejak Umair semakin banyak. Mereka dibawa secara berombongan menuju Madinah untuk menghadap Rasulullah SAW dan belajar Alquran langsung kepada beliau.

Ketika Fathu Makkah, Umair mencium berita rencana Shafwan berangkat ke Jeddah untuk berlayar ke Yaman. Ia akan melakukan bunuh diri dengan terjun ke laut karena diburu rasa takut kepada Muhammad SAW. Umair kemudian menghadap Rasulullah dan mengadukan akan hal ini.

Umair berkata, “Ya Nabi Allah, sesungguhnya Shafwan itu adalah penghulu kaumnya, ia hendak pergi melarikan diri dengan terjun ke laut karena takut kepada Anda. Maka mohon Anda beri ia keamanan dan perlindungan, semoga Allah melimpahkan karunia-Nya kepada anda.”

Jawab Nabi, “Dia Aman!”

Umair pun segera pergi mengejar Shafwan yang hendak berangkat berlayar. Sembari membawa sorban yang dikenakan Rasulullah ketika memasuki Kota Makkah, ia menunjukkannya kepada Shafwan sebagai jaminan. Umair mengatakan bahwa Rasulullah bersedia menjamin keamanan dan perlindungan kepadanya. Karena belum, yakin Shafwan akhirnya diajak menghadap Rasulullah SAW.

Sejak saat itu, Shafwan mengucapkan dua kalimat syahadat, mengikuti jejak yang telah ditempuh oleh Umair bin Wahab Al-Jumahi. Umair pun melanjutkan perjalanan hidupnya yang penuh berkah. Ia berjuang menegakkan agama Allah untuk melepaskan umat manusia dari kesesatan dan mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya yang terang benderang, Islam.


Baca Selengkapnya >>