Jumat, 24 Juli 2015

Kisah Hormuzan

Salah seorang pemimpin pasukan Persia yang bernama Hurmuzan berhasil ditawan oleh pasukan muslimin. Kemudian ia dibawa menghadap Khalifah Umar bin Khaththab r.a. Umar r.a pun mengajaknya untuk memeluk Islam dengan berkata, "Aku tawarkan Islam kepada Anda sebagai nasihat untuk kebaikan dunia dan akhirat."

Namun, tawaran itu ditolaknya mentah-mentah dengan menyatakan bahwa ia masih tetap dengan keyakinannya dan tidak akan masuk Islam meskipun ia diancam, bahkan dengan hukuman mati sekalipun. Akhirnya, Umar r.a. pun memberi perintah agar ia dihukum mati.

Ketika hukuman mati itu hendak dilaksanakan, Umar mengizinkan Hurmuzan untuk menyampaikan keinginan terakhirnya. Hurmuzan pun berkata, "Wahai Amirul Mukminin, seteguk air untukku lebih baik daripada aku mati dalam keadaan haus." Kemudian diberikannya segelas air kepadanya.

Pada saat Hurmuzan memegang segelas air di tangannya, iabertanya, "Wahai Amirul Mukminin, apakah aku diberi kesempatan hidup hingga aku meminumnya?"

Umar menjawab, "Ya, benar demikian."

Lalu, gelas berisi air itu ia lempar sambil berkata, "Memenuhi janji adalah cahaya terang, wahai Amirul Mukminin."

Umar menepati janjinya dan memberi perintah, "Eksekusi ditunda dan ditinjau kembali. Tariklah pedang kalian dan jangan bunuh dia!"

Tanpa diduga, Hurmuzan berkata, "Wahai Amirul Mukminin, aku bersaksi bahwa tiada sesembahan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Apa yang beliau bawa adalah kebenaran dari sisi-Nya."

Mendengar syahadat yang diucapkan Hurmuzan, Umar r.a. bahagia sekaligus heran, "Engkau menyatakan masuk Islam dengan baik, tetapi apa yang membuatmu tidak langsung masuk Islam?"

la menjawab, "Aku tidak ingin dituduh bahwa aku masuk Islam hanyalah karena takut dari pedang."

Umar r.a menimpali, "Pantas orang Persia mempunyai akal yang dengannya mereka pernah memiliki pengaruh dan kekuasaan!"

Lalu, Umar r.a. memberi perintah agar Hurmuzan diperlakukan dengan baik dan dihormati.
Baca Selengkapnya >>

kisah Piruz Nahavandi Pembunuh Umar bin khattab

Pirouz Nahavandi (atau Piruzan) (atau Abu-Lu'lu'ah al-Nahawandi: أبو لؤلؤة النهاوندي‎) adalah tentara Persia Zoroastria yang berbakti dibawah panglima Rostam Farrokhzad, tapi ditangkap dalam Perang al-Qādisiyyah th 636M saat bangsa Persia dikalahkan oleh tentara Arab-Muslim pimpinan kalif `Umar ibn al-
Khattâb di tepi barat Sungai Efrates. Setelah ia dibawa ke jazirah Arab sbg tahanan, ia berhasil membunuh Umar pd thn 23H (644–645M).

Nama aslinya adalah Pīrūz (versi Arab: Fīrūz, "si pemenang"; atau Feroz, Firouz, Abu-Lo'lo'a, Abu Lulu, Abu Lolo, dan Baba Shuja-e-din).

Asal Usul

Tidak banyak diketahui ttg dirinya, tapi melihat namanya ia kemungkinan lahir di Nahavand, Iran, dan seorang Zoroastrian atau Agnostic yagn masuk Islam.[1]

PIndah ke Medinah

Selain kemampuan militernya, Pirouz seorang pemahat dan artis kondang dan pemiliknya mengijinkannya untuk hidup dengan keluarganya di Medinah
(menurut Ibn Sa'd, Mughira ibn Shu'ba, pemiliknya adalah gubernur Basra, menulis kepada 'Umar dan 'Umar memberi ijin khusus agar Piruz dikirim ke Medinah karena tahanan perang sebenarnya dilarang tinggal di Medinah).

Narrative

Setelah kekalahannya, ia bangun dengan tanda panah pada dadanya, tanda ia kini budak seorang Muslim. Piruz mengatakan, "Kami, bangsa Persia menguasai dunia selama lebih dari 1.000 tahun, kami memerangi kerajaan Romawi selama 7 abad dan tidak pernah memperbudak siapapun. Tapi kalian, Arab-Muslim, mengambil saya sbg budak. Saya lebih baik mati daripada hidup sbg budak..."

Setelah ia belajar ttg budaya Arab Quraysh culture dan Islam, ia meminta untuk bergabung dgn pasukan Islam. Setelah mendapatkan kepercayaan tentara, ia bergabung dgn Umar ibn al Khataab. Dan itulah cara Pirouz merencanakan pembunuhan Umar.

Pembunuhan Umar

Cerita yg didapatkan dari Ibn Shihab dan Ibn Sa'd dalam Tabaqatnya mencatat: Abu Lu'lu'ah (Piruz) merasa gajinya dipotong terlalu banyak oleh pemiliknya. Ia mendatangi Umar, sang kalif, dan memohon agar dibebaskan dari perbudakan, mengatakan (menurut kesaksian Abu Huwayrith dalam Tabaqatnya Ibn Sa'd) "Pajak [Mughira] yang dijatuhkan pada saya terlalu tinggi." Mughira (pemiliknya), sbg Muslim, harus tunduk pada Umar; diharapkan Umar dapat memberi keputusan adil.

Tapi Umar menolak permintaannya. Ini membuat marah Piruz. Ia melihat nasib budak anak2 Persia di Medinah. Dengan hati iba ia mengatakan, "Kalian diperbudak pada usia yang begitu mungil. Si Umar ini benar2 melukai hati saya. Saya akan merobek hatinya." Ia membuat golok dengan ujung tajam dan mengolesnya dengan racun. Ia sembunyi disebuah sudut di mesjid Medinah. Ketika Umar datang untuk solat subuh, Piruz menyerangnya dan menusuk Umar 6 kali. dan melarikan diri.

Kematian

Ada versi berbeda. Sahih Bukhari mengatakan ia bunuh diri saat tertanggap setelah membunuh Umar,s ementara versi Syiah mengatakan, ia melarikan diri ke Kashan, dimana 7 tahun kemudian ia ditangkap dan dibunuh.

Pahlawan

Pirouz Nahavandi dianggap sebagai Pahlawan Nasional, dan tokoh budaya dan namanya dipakai untuk memperingati tahun bary Iran.


Makam

Makamnya terletak diantara jalan dari Kashan ke Fins, dibangun di abad 11 dalam gaya arkitektur dinasti Persia-Khwarezmian. ,

The International Union for Muslim Scholars menuntut agar makamnya dihancurkan. Ini mengundang kontroversi dan niat ini dibatalkan.
Baca Selengkapnya >>

Pemeran Serial Omar Bin Khattab


Omar bin Khattab, serial yang muncul menemani sahur di stasiun MNCTV. Berkisah tentang perjalanan hidup khalifah kedua Islam, Umar bin Khattab Al-Faruq. Dimulai dari masa jahiliyah hingga masa keemasan Islam. Terlepas dari kontroversi yang muncul, serial Omar bin Khattab ini telah membuka wawasan sejarah tentang awal mula Islam berkembang dari sudut pandang Umar. Bagi sobat yang suka nonton tanyangan khusus Ramadhan ini mungkin penasaran dengan aktor-aktor yang memerankan para Sahabat. Nah, pada postingan ini kita akan lihat siapa aktor yang memerankan para Sahabat pada serial kolosal Omar bin Khattab yang tayang di MNCTV.


Pemeran Omar bin Khattab:



Pemeran Khalifah kedua Islam pada serial Omar bin Khattab adalah Samer Ismail, seorang aktor mudah berkebangsaan Syria/Suriah


Pemeran Abu Bakar Ash-Shiddiq:



Khalifah pertama Islam setelah wafatnya Rasulullah SAW pada serial Omar bin Khattab diperankan oleh aktor asal Suriah, Ghassan Massoud.


Pemeran Ali bin Abi Thalib:



Khalifa ke-empat Islam dan juga sepupu sekaligus menantu Nabi Muhammad SAW pada serial Omar bin Khattab diperankan oleh Ghanem Alzerla, seorang aktor dari negeri Tunisia.


Pemeran Ustman bin Affan:



Khalifah ketiga Islam pengganti Khalifah Omar pada serial Omar bin Khattab diperankan oleh Tamer Arbeed.


Bilal bin Rabbah:


Seorang mantan budak milik Umayyah yang dibeli dan dimerdekakan oleh Abu bakak Ash-Shidiq dan dipercaya menjadi muazzin pertama dalam Islam. Pada serial Omar bin Khattab, tokoh Bilal diperankan oleh Faysal Amiri.


Hamzah bin Abdul Muthalib:


Paman Nabi Muhammad SAW yang syahid dalam perang uhud oleh tombak Habsyi (saat itu Habsyi masih kafir). Pada serial Omar bin Khattab, tokoh Hamzah diperankan oleh Mohamed Miftah.


Khalid bin Walid:


Sahabat yang diberi julukan "Saifullah" atau "Pedang Allah" oleh Nabi Muhammad SAW dan dipercaya menjadi panglima perang pada masa Khalifah Abu Bakar Ash-Siddiq. Pada serial Omar bin Khattab, tokoh Khalid diperankan oleh Mehyar Khaddour.


Abdullah bin Massoud:


Salah satu sahabat yang awal memeluk Islam. Julukan beliau "Shahibus Sirri Rasulullah” atau "Pemegang Rahasia Rasulullah". Pada serial Omar bin Khattab, tokoh Abdullah diperankah oleh Jaber Jokhadar.


Abu Jandal bin Suhail:


Salah satu Sahabat Rasulullah SAW. Beliau bersaudara dengan Abdullah bin Suhail yang juga Sahabat Rasulullah. Pada serial Omar bin Khattab, tokoh Abu Jandal diperankan oleh Majd Feda.


Amru bin Ash:


Seorang diplomat ulung yang sangat dipercaya oleh Bani Quraisy. Beliau masuk Islam sebelum peristiwa besar, Fathul Makkah. Pada serial Omar bin Khattab, tokoh Amru bin Ash ini diperankan oleh Qasim Mlho.


Abu Sufyan:


Sebelum masuk Islam, beliau adalah pimpinan tertinggi Bani Quraisy menggantikan Abu Jahal/Abu Hakam yang terbunuh saat perang Badar. Ia memeluk Islam sebelum Fathul Makkah. pada serial Omar bin Khattab, tokoh Abu Sufyan ini diperankan oleh Fathi Haddaoui.


Abu Hudzaifah bin Utbah:


Abu Hudzaifah bin Utbah, Beliau salah satu tokoh penting Quraisy yang paling awal masuk islam bersama anak angkatnya yang merupakan mantan budaknya bernama, Salim sang penghafal Al-Qur'an. Pada serial Omar bin Khattab, tokoh Abu Hudzaifah ini diperankan oleh Bahaa Tharwat.


Zaid bin Khattab:


Zaid bin Khattab adalah saudara dari Omar bin Khattab. Beliau lebih dulu memeluk Islam dari pada Omar. Beliau syahid saat ikut serta dalam perang Yammamah. Pada serial Omar bin Khattab, tokoh Zaid bin Khattab diperankan oleh Mahmoud Nasr.


Wahsyi bin Harb:


Wahsyi adalah mantan budak milik Hindun binti Utbah. Masuk Islam dengan beban psikologis yang sangat berat karena dengan tombaknya lah Hamzah, paman Rasulullah terbunuh pada perang Uhud. Ia menebus kesalahannya tersebut dengan membunuh Musailamah Al-Khazzab si nabi palsu dengan tombak yang sama. Pada serial Omar bin Khattab, tokoh Wahsyi ini diperankan oleh Ziad Touati.


Ikrimah bin Abu Jahal:


Anak dari penentang Islam paling besar, Abu Jahal. Walaupun sang ayah kafir, namun Ikrimah mendapatkan hidayah dan memeluk Islam hingga akhirnya syahid saat membela panji Islam melawan tentara Romawi Syiam pada perang Yarmuk. Pada serial Omar bin Khattab, tokoh Ikrimah ini diperankan oleh Hicham Bahloul.


Sajjah binti Harits:


Sajjah adalah nabi palsu dari kalangan wanita yang kemudian menikah dengan nabi palsu lainnya, Musailamah Al-Kazzab. Saat Muslimin berhasil menang pada perang Yammamah, Sajjah lari ke Iraq dan bertaubat dan kembali memeluk agama Islam. Pada serial Omar bin Khattab, tokoh Sajjah ini diperankan oleh Nadira Imran.
Baca Selengkapnya >>

Fakta Dibalik Pembuatan Film Omar (Umar Bin Khattab)

Serial Omar ibn Khattab diproduksi oleh MBC Group jadi 31 Episode dengan lokasi shooting di 2 negara Marroko dan Suriah.
Dengan set yang dibuat mirip dengan keadaan kota Mekkah di abad ke-7.

Serial ini sendiri akan tayang serentak di banyak negara.
Di Indonesia, serial Omar akan tayang di MNCTV, yang rencananya mulai tayang H-1 bulan puasa,
dan akan tayang setiap sahur. Menelusuri kembali ke era awal kehidupan Khalifah Islam kedua ini, figur pemuda berhati keras namun mempunyai kecerdasan di atas rata-rata. Cerita tentang seorang yang kelak menjadi pemimpin dengan pengaruh dan kekuasaan yang besar.



Karakter Umar juga tergambar sebagai pemimpin dengan moral mulia, pemimpin yang memastikan kesejahteraan kepada rakyatnya, dan memastikan kepastian hukum bagi siapapun.

Serial ini mengandung aspek dramatis yang sangat menarik. Penggambaran kondisi Mekkah saat itu juga digambarkan dengan sangat baik, kondisi psikologis masyarakat, bentuk kultur yang ada, hingga kondisi lingkungan kota Mekkah pada saat itu.

Walaupun terdapat banyak adegan-adegan perang yang epik, serial ini juga memiliki pesan-pesan penuh makna dan penuh adegan-adegan yang menggetarkan hati.


Spoilerfor for Behind The Scenes & Fact In Numbers:



Proses Shooting dan Post Production menghabiskan 322 hari
= 10 bulan 18 hari
= 46 minggu
= 7.728 jam
= 463.680 menit
= 27.820.800 detik



Spoilerfor Melibatkan 229 kru dan 322 aktor dan aktris dari 10 negara:



Untuk keperluan 29 rumah di Kota Mekkah dibangun diatas tanah 5000 m2 di Kota Damaskus dan 89 rumah di atas tanah 12.000 m2 di Kota Marrakesh.



Melibatkan banyak properti
= 1970 pedang
= 650 tombak
= 1050 tameng
= 4000 anak panah
= 400 panahan
= 15 drum
= 137 patung
= 1600 tanah liat
= 10000 koin
= 170 baju perang





14.200 me kain digunakan untuk keperluan wardrobe setiap aktor dan aktris yang bermain, kain diambil dari Suriah, India, dan Tunisia. Wardrobe team sendiri terdiri dari 39 ahli jahit.
Tim properti juga menyediakan 7550 sendal.


20.000 orang terlibat sebagai aktor ekstra, melibatkan 10.000 stunt actor, 7500 kuda, dan 3800 onta.



Spoilerfor Pemeran Film Omar (Umar bin Khattab) mbc – mnctv:

Peran-peran yang dimainkan oleh pemeran film Omar ini benar-benar mengagumkan, rasanya aku tidak percaya ketika melihat wajah-wajah asli mereka. Wajah-wajah mereka disulap menjadi berbeda dan pangling sekali. Hmmmm… ternyata make up artist memang berperan sangat penting. Make up artistnya layak diberi penghargaan nih, jempol deh buat mereka. Umar bin Khattab di perankan oleh Aktor muda berkebangsaan Suriah yang bernama Samer Ismail. Coba deh perhatikan wajah aslinya, dia masih muda, tapi dalam film “Omar” dia benar-benar terlihat tua.

Kalau yang berikut ini adalah Ali bin Abu Thalib, yang diperankan oleh Ghanem Alzerla, seorang pemuda Tunisia.

Kalau pemeran Abu Bakar As-shidiq kayaknya umurnya gak jauh beda dengan aslinya, sudah tua… Abu Bakar Asshidiq ini diperankan oleh Ghassan Massoud, berkebangsaan Suriah yang lahir di kota Damaskus, lebih jelasnya ada di wikipedia.

Dan yang terakhir ini adalah Ustman bin Affan diperankan oleh Tamer Arbeed…

Selain 4 khalifah diatas, tentunya ada beberapa orang yang berperan tak kalah dominannya di film “Omar” ini, yakni Bilal. Bilal adalah sahabat Rasul yang mulanya merupakan seorang budak, dan beliau juga orang yang pertama kali adzan di atas ka’bah, diperankan oleh Faysal Amiri. Ini dia aslinya…

Ada pula Hamzah bin Abdul Muthalib, beliau adalah Paman Rasulullah SAW yang meninggal (syahid) ketika perang Uhud, diperankan oleh Mohamed Miftah

Kalau yang berikut ini adalah Khalid bin Walid, dia adalah Panglima Perang Kaum Muslimin yang hebat, yang telah memenangi banyak peperangan, beliau terkenal dengan sebutan Syaifullah (Pedang Allah), diperankan oleh Mehyar Khaddour

Yang berikut ini adalah Abdullah bin Massoud (Sahabat Rasulullah yang diberi julukan “Shahibus Sirri Rasulullah” (pemegang rahasia Rasulullah). Diperankan oleh Jaber Jokhadar.

Abu Jandal bin Suhail (sahabat Rasulullah yang bersaudara dengan Abdullah bin Suhail, keduanya sama2 ditentang oleh ayahnya ketika awal-awal masuk Islam). Diperankan oleh Majd Feda.
Baca Selengkapnya >>

Kisah Ashim bin Umar bin Khattab

Suatu malam, ketika Umar bin Khattab sedang meronda dan ingin mengetahui kondisi rakyatnya, ia mendengar seorang wanita berkata kepada putrinya. “Bangun dan bergegaslah ke (tempat) susu, campurkan air ke dalamnya.”

Mendengar hal itu, putrinya menjawab, “Ibu, tidakkah Ibu tahu ketetapan Amirul Mukminin?”
Ibunya berkata, “Bukan, itu bukan ketetapan Amirul Mukminin.
Atas hal itu, putrinya berkata, “Justru itu perkara yang diserukannya. Ia mengimbau, janganlah mencampur susu dengan air.”
Namun sang ibu tetap ngotot. “Bergegaslah ke (tempat) susu, campurkan air ke dalamnya. Karena engkau berada di tempat yang tak dilihat Umar dan ia juga tidak menyerukannya.”

Spontan putrinya menjawab, “Ibu, jika Umar tidak tahu, tapi Tuhan Umar tahu. Tidak, aku tidak mau taat pada-Nya hanya dalam keramaian saja, tetapi maksiat dalam kesendirian.”

Maka begitu tiba waktu pagi, Umar berkata kepada anaknya, Ashim. “Pergilah ke rumah itu karena di sana ada seorang gadis. Jika belum bersuami, nikahilah ia. Semoga Allah menganugerahimu keturunan yang diberkahi.” Setelah mengetahuinya statusnya, Ashim pun melamar gadis itu dan menikahinya.

Benar saja, setelah Ashim menikahi perempuan itu, ia dikaruniai seorang anak yang bernama Ummu Ashim (Laila). Setelah dewasa, anak itu dinikahi oleh Abdul Aziz bin Marwan. Dan, hasil dari pernikahan Abdul Aziz dan Ummu Ashim ini, lahirlah Umar bin Abdul Aziz, yang dikenal sebagai seorang pemimpin yang adil.

Dari kisah tersebut, kita melihat bagaimana Umar bin Khattab memilih calon menantunya. Bukan melirik keturunan, kedudukan, apalagi kekayaan, melainkan agamanya, sekalipun ia seorang yang miskin. Seperti pesan Nabi SAW, “Pilihlah perempuan yang mempunyai agama, niscaya engkau beruntung.”

Umar sangat terkesan dengan kualitas keimanan gadis itu sehingga ia menjadikan anak itu sebagai pasangan untuk anaknya.

Apa yang dilakukan Umar ini merupakan langkah paling dini untuk meretas keturunan ideal dan generasi rabbani, yaitu memilih calon ibu yang salehah, paham akan hak Rabb-nya, hak suaminya, hak anak-anaknya, mengerti akan misinya dalam kehidupan.

Hari-hari belakangan ini, kita sering menyaksikan bagaimana pernikahan atau memilih calon menantu hanya dilandasi karena gengsi dan mengejar popularitas. Sementara kriteria agama diletakkan pada urutan terakhir, bahkan acap kali diabaikan.

Calon mertua amat bangga bila besannya memiliki sejumlah barang yang mewah dan perhiasan berlimpah kendati akhlak menantunya luput dari perhatiannya. Senada dengan orang tuanya, calon pengantin pun memiliki parameter yang sama.

Memang, kriteria harta, kecantikan, ketampanan, dan keturunan merupakan perkara yang dianjurkan oleh Rasulullah. Namun, jika mengabaikan pertimbangan agama, semua itu ibarat angka nol yang berjejer tiga, tak memiliki nilai sama sekali. Namun, begitu ditambah dengan angka satu, yakni kualitas agamanya, angka nol itu pun berubah menjadi seribu.
Wallahu a’lam
Baca Selengkapnya >>

Kisah Sahabat Nabi: Khabbab bin Arats

Khabbab bin Arats adalah seorang pandai besi yang ahli membuat alat-alat senjata, terutama pedang. Senjata dan pedang buatannya dijualnya kepada penduduk Makkah dan dikirimnya ke pasar-pasar.

Sejak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, Khabbab pun mendapatkan kedudukan yang tinggi di antara orang-orang yang tersiksa dan teraniaya. Ia mendapat kedudukan itu di antara orang-orang yang walau pun miskin dan tak berdaya, tetapi berani dan tegak menghadapi kesombongan, kesewenangan dan kegilaan kaum Quraisy.

Dan dengan keberanian luar biasa, Khabbab memikul tanggung jawab semua itu sebagai seorang perintis.

Sya’bi berkata, "Khabbab menunjukkan ketabahannya, hingga tak sedikit pun hatinya terpengaruh oleh tindakan biadab orang-orang kafir. Mereka menindihkan batu membara ke punggungnya, hingga terbakarlah dagingnya.”

Kafir Quraisy telah merubah semua besi yang terdapat di rumah Khabbab yang dijadikannya sebagai bahan baku untuk membuat pedang, menjadi belenggu dan rantai besi. Lalu mereka masukkan ke dalam api hingga menyala dan merah membara, kemudian mereka lilitkan ke tubuh, pada kedua tangan dan kedua kaki Khabbab.

Pernah pada suatu hari ia pergi bersama kawan-kawannya sependeritaan menemui Rasulullah SAW, bukan karena kecewa dan kesal atas pengorbanan, hanyalah karena ingin dan mengharapkan keselamatan.

Mereka berkata,"Wahai Rasulullah, tidakkah anda hendak memintakan pertolongan bagi kami?"

Rasulullah SAW pun duduk, mukanya jadi merah, lalu sabdanya: "Dulu sebelum kalian, ada seorang laki-laki yang disiksa, tubuhnya dikubur kecuali leher ke atas. Lalu diambil sebuah gergaji untuk menggergaji kepalanya, tetapi siksaan demikian itu tidak sedikit pun dapat memalingkannya dari agamanya. Ada pula yang disikat antara daging dan tulang-tulangnya dengan sikat besi, juga tidak dapat menggoyahkan keimanannya. Sungguh Allah akan menyempurnakan hal tersebut, hingga setiap pengembara yang bepergian dari Shana’a ke Hadlramaut, tiada tahut kecuali pada Allah Azza wa Jalla."

Khabbab dengan kawan-kawannya mendengarkan kata-kata itu, bertambahlah keimanan dan keteguhan hati mereka. Dan masing-masing berikrar akan membuktikan kepada Allah dan Rasul-Nya hal yang diharapkan dari mereka, ialah ketabahan, kesabaran dan pengorbanan.

Demikianlah, Khabbab menanggung penderitaan dengan sabar, tabah dan tawakkal. Orang-orang Quraisy terpaksa meminta bantuan Ummi Anmar, yakni bekas majikan Khabbab yang telah membebaskannya dari perbudakan. Wanita tersebut akhirnya turun tangan dan turut mengambil bagian dalam menyiksa dan menderanya.

Wanita itu mengambil besi panas yang menyala, lalu menaruhnya di atas kepala dan ubun-ubun Khabbab, sementara Khabbab menggeliat kesakitan. Tetapi nafasnya ditahan hingga tidak keluar keluhan yang akan menyebabkan algojo-algojo tersebut merasa puas dan gembira.

Pada suatu hari Rasulullah SAW lewat di hadapannya, sedang besi yang membara di atas kepalanya membakar dan menghanguskannya. Hingga kalbu Rasulullah pun bagaikan terangkat karena pilu dan iba hati. Rasulullah kemudian berdoa, "Ya Allah, limpahkanlah pertolongan-Mu kepada Khabbab!"

Dan kehendak Allah pun berlakulah, selang beberapa hari, Ummi Anmar menerima hukuman qishas. Seolah-olah hendak dijadikan peringatan oleh Yang Maha Kuasa baik bagi dirinya maupun bagi algojo-algojo lainnya. Ia diserang oleh semacam penyakit panas yang aneh dan mengerikan. Menurut keterangan ahli sejarah ia melolong seperti anjing.

Dan orang memberi nasihat bahwa satu-satunya jalan atau obat yang dapat menyembuhkannya ialah menyeterika kepalanya dengan besi menyala. Demikianlah, kepalanya yang angkuh itu menjadi sasaran besi panas, yang disetrikakan orang kepadanya tiap pagi dan petang

Jika orang-orang Quraisy hendak mematahkan keimanan dengan siksa, maka orang-orang beriman mengatasi siksaan itu dengan pengorbanan. Dan Khabbab adalah salah seorang yang dipilih oleh takdir untuk menjadi guru besar dalam ilmu tebusan dan pengorbanan. Boleh dikata seluruh waktu dan masa hidupnya dibaktikannya untuk agama yang panji-panjinya mulai berkibar.

Di masa-masa dakwah pertama, Khabbab. tidak merasa cukup dengan hanya ibadah dan shalat semata, tetapi ia juga memanfaatkan kemampuannya dalam mengajar. Didatanginya rumah sebagian temannya yang beriman dan menyembunyikan keislaman mereka karena takut kekejaman Quraisy, lalu dibacakannya kepada mereka ayat-ayat Alquran dan diajarkannya. Ia mencapai kemahiran dalam belajar Alquran yang diturunkan ayat demi ayat dan surat demi surat.

Abdullah bin Mas’ud meriwayatkan mengenai dirinya, bahwa Rasuiullah SAW pernah bersabda, "Barangsiapa ingin membaca Alquran tepat sebagaimana diturunkan, hendaklah ia meniru bacaan Ibnu Ummi Abdin (Khabbab bin Arats)!"

Hingga Abdullah bin Mas’ud menganggap Khabbab sebagai tempat bertanya mengenai soal-soal yang bersangkut paut dengan Alquran, baik tentang hapalan maupun pelajarannya.

Khabbab adalah juga yang mengajarkan Alquran kepada Fatimah binti Khatthab dan suaminya Sa’id bin Zaid ketika mereka dipergoki oleh Umar bin Khatthab yang datang dengan pedang di pinggang untuk membuat perhitungan dengan agama Islam dan Rasulullah SAW.

Khabbab bin Arats menyertai Rasulullah SAW dalam semua peperangan dan pertempurannya, dan selama hayatnya ia tetap membela keimanan dan keyakinannya. Dan ketika Baitul Mal melimpah-ruah dengan harta kekayaan di masa pemerintahan Umar dan Utsman RA, maka Khabbab beroleh gaji besar, karena termasuk golongan Muhajirin yang mula pertama masuk Islam.

Penghasilannya yang cukup ini memungkinkannya untuk membangun sebuah rumah di Kufah, dan harta kekayaannya disimpan pada suatu tempat di rumah itu yang dikenal oleh para shahabat dan tamu-tamu yang memerlukannya. Hingga bila di antara mereka ada sesuatu keperluan, ia dapat mengambil uang yang diperlukannya dari tempat itu.

Walaupun demikian, Khabbab tak pernah tidur nyenyak dan tak pernah air matanya kering setiap teringat akan Rasulullah SAW dan para sahabatnya yang telah membaktikan hidupnya kepada Allah. Mereka beruntung telah menemui-Nya sebelum pintu dunia dibukakan bagi kaum Muslimin dan sebelum harta kekayaan diserahkan ke tangan mereka.

Ketika para sahabatnya datang menjenguk ketika ia sakit, mereka berkata, "Senangkanlah hati anda wahai Abu Abdillah, karena anda akan dapat menjumpai teman-teman sejawat anda."

Khabbab berkata sambil menangis, "Sungguh, aku tidak merasa kesal atau kecewa, tetapi kalian telah mengingatkanku kepada para sahabat dan sanak saudara yang telah pergi mendahului kita dengan membawa semua amal bakti mereka, sebelum mereka mendapatkan ganjaran di dunia sedikit pun juga. Sedang kita masih tetap hidup dan beroleh kekayaan dunia, hingga tak ada tempat untuk menyimpannya lagi kecuali tanah."

Kemudian Khabba menunjuk rumah sederhana yang telah dibangunnya itu, lalu ditunjuknya pula tempat untuk menaruh harta kekayaannya. "Demi Allah, tak pernah saya menutupnya walau dengan sehelai benang, dan tak pernah saya menghalangi siapa pun yang meminta," ujarnya.

Dan setelah itu ia menoleh kepada kain kafan yang telah disediakan orang untuknya. Maka ketika dilihatnya mewah dan berlebih-lebihan, air matanya mengalir. "Lihatlah ini kain kafanku. Bukankah kain kafan Hamzah paman Rasulullah SAW ketika gugur sebagai salah seorang syuhada, hanyalah burdah berwarna abu-abu, yang jika ditutupkan ke kepalanya terbukalah kedua ujung kakinya. Sebaliknya bila ditutupkan ke ujung kakinya, terbukalah kepalanya?"

Khabbab berpulang pada tahun 37 Hijriyah. Dengan demikian, si pembuat pedang di masa jahiliyah telah tiada lagi. Demikian halnya guru besar dalam pengabdian dan pengorbanan dalam Islam telah berpulang.
Baca Selengkapnya >>

Kamis, 23 Juli 2015

Kisah Sahabat Nabi : Mush'ab bin umair

Mush'ab bin Umair salah seorang diantara para sahabat Nabi. Ia seorang remaja Quraisy terkemuka, gagah dan tampan, penuh dengan jiwa dan semangat kemudaan.  Para ahli sejarah melukiskan semangat kemudaannya dengan kalimat: "Seorang warga kota Makkah yang mempunyai nama paling harum."

Mush'ab lahir dan dibesarkan dalam kesenangan, dan tumbuh dalam lingkungannya. Mungkin tak seorang pun di antara anak-anak muda Makkah yang beruntung dimanjakan oleh kedua orang tuanya sebagaimana yang dialami Mush'ab bin Umair.

Mungkinkah kiranya anak muda yang serba kecukupan, biasa hidup mewah dan manja, menjadi buah-bibir gadis-gadis Makkah dan menjadi bintang di tempat-tempat pertemuan, akan meningkat menjadi tamsil dalam semangat kepahlawanan?

Suatu hari, anak muda ini mendengar berita yang telah tersebar luas di kalangan warga Makkah mengenai Muhammad Al-Amin, yang mengatakan dirinya telah diutus Allah sebagai pembawa berita suka maupun duka, sebagai dai yang mengajak umat beribadah kepada Allah Yang Maha Esa.

Di antara berita yang didengarnya ialah bahwa Rasulullah bersama pengikutnya biasa mengadakan pertemuan di suatu tempat yang terhindar jauh dari gangguan gerombolan Quraisy dan ancaman-ancamannya, yaitu di bukit Shafa di rumah Arqam bin Abil Arqam.

Maka pada suatu senja, didorong oleh kerinduannya, pergilah ia ke rumah Arqam menyertai rombongan itu. Di tempat itu Rasulullah SAW sering berkumpul dengan para sahabatnya, mengajarkan mereka ayat-ayat Alquran dan mengajak mereka beribadah kepada Allah Yang Maha Akbar.

Baru saja Mush'ab mengambil tempat duduknya, ayat-ayat Alqur'an mulai mengalir dari kalbu Rasulullah bergema melalui kedua bibirnya dan sampai ke telinga, meresap di hati para pendengar. Di senja itu Mush'ab pun terpesona oleh untaian kalimat Rasulullah yang tepat menemui sasaran di kalbunya.

Khunas binti Malik yakni ibunda Mush'ab, adalah seorang yang berkepribadian kuat dan pendiriannya tak dapat ditawar atau diganggu gugat, Ia wanita yang disegani bahkan ditakuti. Ketika Mush'ab memeluk Islam, tiada satu kekuatan pun yang ditakuti dan dikhawatirkannya selain ibunya sendiri.

Bahkan walau seluruh penduduk Makkah beserta berhala-berhala para pembesar dan padang pasirnya berubah rupa menjadi suatu kekuatan yang menakutkan yang hendak menyerang dan menghancurkannya, tentulah Mush'ab akan menganggapnya enteng. Tapi tantangan dari ibunya, bagi Mush'ab tidak dapat dianggap kecil. Ia pun segera berpikir keras dan mengambil keputusan untuk menyembunyikan keislamannya sampai terjadi sesuatu yang dikehendaki Allah.

Demikianlah ia senantiasa bolak-balik ke rumah Arqam menghadiri majelis Rasulullah, sedang hatinya merasa bahagia dengan keimanan dan sedia menebusnya dengan amarah murka ibunya yang belum mengetahui berita keislamannya. Tetapi di kota Makkah tiada rahasia yang tersembunyi, apalagi dalam suasana seperti itu. Mata kaum Quraisy berkeliaran di mana-mana mengikuti setiap langkah dan menyelusuri setiap jejak. Kebetulan seorang yang bernama Utsman bin Thalhah melihat Mush'ab memasuki rumah Arqam secara sembunyi. Kemudian pada hari yang lain dilihatnya pula ia shalat seperti Muhammad SAW. Secepat kilat ia mendapatkan ibu Mush'ab dan melaporkan berita yang dijamin kebenarannya.

Berdirilah Mush'ab di hadapan ibu dan keluarganya serta para pembesar Makkah yang berkumpul di rumahnya. Dengan hati yang yakin dan pasti dibacakannya ayat-ayat Alquran yang disampaikan Rasulullah untuk mencuci hati nurani mereka, mengisinya dengan hikmah dan kemuliaan, kejujuran dan ketakwaan.

Ketika sang ibu hendak membungkam mulut putranya dengan tamparan keras, tiba-tiba tangan yang terulur bagai anak panah itu surut dan jatuh terkulai, ketika melihat cahaya yang membuat wajah putranya berseri cemerlang itu kian berwibawa. Karena rasa keibuannya, ibunda Mush'ab tak jadi menyakiti putranya. Dibawalah puteranya itu ke suatu tempat terpencil di rumahnya, lalu dikurung dan dipenjarakannya dengan rapat.

Demikianlah beberapa lama Mush'ab tinggal dalam kurungan sampai saat beberapa orang Muslimin hijrah ke Habasyah. Mendengar berita hijrah ini Mush'ab pun mencari muslihat, dan berhasil mengelabui ibu dan penjaga-penjaganya, lalu pergi ke Habasyah melindungkan diri. Ia tinggal di sana bersama saudara-saudaranya kaum Muslimin, lalu pulang ke Makkah. Kemudian ia pergi lagi hijrah kedua kalinya bersama para sahabat atas titah Rasulullah dan karena taat kepadanya.

Pada Suatu hari ia tampil di hadapan beberapa orang Muslimin yang sedang duduk sekeliling Rasulullah SAW. Demi memandang Mush'ab, mereka menundukkan kepala dan memejamkan mata, sementara beberapa orang matanya basah karena duka. Mereka melihat Mush'ab memakai jubah usang yang bertambal-tambal, padahal belum lagi hilang dari ingatan mereka—pakaiannya sebelum masuk Islam—tak ubahnya bagaikan kembang di taman, berwarna-warni dan menghamburkan bau yang wangi.

Adapun Rasulullah, menatapnya dengan pandangan penuh arti, disertai cinta kasih dan syukur dalam hati. Pada kedua bibirnya tersungging senyuman mulia, seraya berkata, "Dahulu aku lihat Mush'ab ini tak ada yang mengimbangi dalam memperoleh kesenangan dari orang tuanya, kemudian ditinggalkannya semua itu demi cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya."

Suatu saat Mush'ab dipilih Rasulullah untuk melakukan suatu tugas maha penting saat itu. Ia menjadi duta atau utusan Rasul ke Madinah untuk mengajarkan agama Islam kepada orang-orang Anshar yang telah beriman dan berbaiat kepada Rasulullah di bukit Aqabah. Di samping itu, ia juga mempersiapkan kota Madinah untuk menyambut hijrah Rasulullah sebagai peristiwa besar.

Sebenarnya, di kalangan sahabat ketika itu masih banyak yang lebih tua, lebih berpengaruh dan lebih dekat hubungan kekeluargaannya dengan Rasulullah daripada Mush'ab. Tetapi Rasulullah menjatuhkan pilihannya kepada Mush'ab. Dan bukan tidak menyadari sepenuhnya bahwa beliau telah memikulkan tugas amat penting ke atas pundak pemuda itu dan menyerahkan kepadanya tanggung jawab nasib Agama Islam di kota Madinah.

Mush'ab memikul amant itu dengan bekal karunia Allah kepadanya, berupa pikiran yang cerdas dan budi yang luhur. Dengan sifat zuhud, kejujuran dan kesungguhan hati, ia berhasil melunakkan dan menawan hati penduduk Madinah hingga mereka berduyun-duyun masuk Islam. Ketika tiba di Madinah pertama kali, ia mendapati kaum Muslimin tidak lebih dari dua belas orang, yakni hanya orang-orang yang telah baiat di bukit Aqabah. Namun beberapa bulan kemudian, meningkatlah jumlah orang-orang yang memenuhi panggilan Allah dan Rasul-Nya.

Mush'ab memahami tugas dengan sepenuhnya, hingga tak terlanjur melampaui batas yang telah diterapkan. Ia sadar bahwa tugasnya adalah menyeru kepada Allah, menyampaikan berita gembira lahirnya suatu agama yang mengajak manusia mencapai hidayah Allah, membimbing mereka ke jalan yang lurus. Akhlaknya mengikuti pola hidup Rasulullah SAW yang diimaninya yang mengemban kewajiban hanya menyampaikan belaka. Demikianlah duta Rasulullah yang pertama itu telah mencapai hasil gemilang yang tiada taranya, suatu keberhasilan yang memang wajar dan layak diperolehnya.

Dalam Perang Uhud, Mush'ab bin Umair adalah salah seorang pahlawan dan pembawa bendera perang. Ketika situasi mulai gawat karena kaum Muslimin melupakan perintah Nabi, maka ia mengacungkan bendera setinggi-tingginya dan bertakbir sekeras-kerasnya, lalu maju menyerang musuh. Targetnya, untuk menarik perhatian musuh kepadanya dan melupakan Rasulullah SAW. Dengan demikian ia membentuk barisan tentara dengan dirinya sendiri.

Tiba-tiba datang musuh bernama Ibnu Qumaiah dengan menunggang kuda, lalu menebas tangan Mush'ab hingga putus, sementara Mush'ab meneriakkan, "Muhammad itu tiada lain hanyalah seorang Rasul, yang sebelumnya telah didahului oleh beberapa Rasul."

Maka Mush'ab memegang bendera dengan tangan kirinya sambil membungkuk melindunginya. Musuh pun menebas tangan kirinya itu hingga putus pula. Mush'ab membungkuk ke arah bendera, lalu dengan kedua pangkal lengan meraihnya ke dada sambil berucap, "Muhammad itu tiada lain hanyalah seorang Rasul, dan sebelumnya telah didahului oleh beberapa Rasul."

Lalu orang berkuda itu menyerangnya ketiga kali dengan tombak, dan menusukkannya hingga tombak itu pun patah. Mush'ab pun gugur, dan bendera jatuh. Ia gugur sebagai bintang dan mahkota para syuhada.

Rasulullah bersama para sahabat datang meninjau medan pertempuran untuk menyampaikan perpisahan kepada para syuhada. Ketika sampai di tempat terbaringnya jasad Mush'ab, bercucuranlah dengan deras air matanya.

Tak sehelai pun kain untuk menutupi jasadnya selain sehelai burdah. Andai ditaruh di atas kepalanya, terbukalah kedua belah kakinya. Sebaliknya bila ditutupkan di kakinya, terbukalah kepalanya. Maka Rasulullah SAW bersabda, "Tutupkanlah ke bagian kepalanya, dan kakinya tutuplah dengan rumput idzkhir!"

Kemudian sambil memandangi burdah yang digunakan untuk kain penutup itu, Rasulullah berkata, "Ketika di Makkah dulu, tak seorang pun aku lihat yang lebih halus pakaiannya dan lebih rapi rambutnya daripadanya. Tetapi sekarang ini, dengan rambutmu yang kusut masai, hanya dibalut sehelai burdah."

Setelah melayangkan pandang, ke arah medan laga serta para syuhada, kawan-kawan Mush'ab yang tergeletak di atasnya, Rasulullah berseru, "Sungguh, Rasulullah akan menjadi saksi nanti di hari kiamat, bahwa kalian semua adalah syuhada di sisi Allah!"

Kemudian sambil berpaling ke arah sahabat yang masih hidup, Rasulullah bersabda, "Hai manusia, berziarahlah dan berkunjunglah kepada mereka, serta ucapkanlah salam! Demi Allah yang menguasai nyawaku, tak seorang Muslim pun sampai hari kiamat yang memberi salam kepada mereka, pasti mereka akan membalasnya."
Baca Selengkapnya >>

Kisah Sahabat Nabi: Abbas bin Abdul Muthalib

Ia adalah paman Rasulullah SAW dan salah seorang yang paling akrab di hatinya dan yang paling dicintainya. Oleh sebab itu, beliau senantiasa berkata, "Abbas adalah saudara kandung ayahku. Barangsiapa yang menyakiti Abbas sama dengan menyakitiku."

Pada zaman Jahiliyah, ia mengurus kemakmuran Masjidil Haram dan melayani minuman para jamaah haji. Seperti halnya ia akrab di hati Rasulullah, Rasulullah pun dekat sekali di hatinya. Ia pernah menjadi pembantu dan penasihat utamanya dalam Baiat Aqabah menghadapi kaum Anshar dari Madinah.

Abbas adalah saudara bungsu ayah Nabi SAW, Abdullah bin Abdul Muthalib. Menurut sejarah, ia dilahirkan tiga tahun sebelum kedatangan Pasukan Gajah yang hendak menghancurkan Baitullah di Makkah. Ibunya, Natilah binti Khabbab bin Kulaib, adalah seorang wanita Arab pertama yang mengenakan kelambu sutra pada Baitullah.

Pada waktu Abbas masih anak-anak, ia pernah hilang. Sang ibu lalu bernazar, kalau putranya itu ditemukan, ia akan mengenakan kelambu sutra pada Baitullah. Tak lama kemudian, Abbas ditemukan, maka ia pun menepati nazarnya itu.

Abbas kemudian menikah dengan Lubabah binti Harits, juga dikenal dengan sebutan Ummu Fadhl, yang dalam sejarah Islam menjadi wanita kedua yang masuk Islam. Lubabah masuk Islam pada hari yang sama dengan sahabatnya, Khadijah binti Khuwailid, yang tidak lain adalah istri Muhammad SAW. Abbas dan Lubabah adalah orang tua dari Al-Fadhl, Abdullah, Ubaidillah dan Qasim bin Abbas.

Pada tahun-tahun awal perjuangan Nabi SAW menyampaikan dakwah Islam, Abbas selalu melindungi Rasulullah dari orang-orang Quraisy yang hendak mencelakakan beliau. Walaupun pada saat itu, ia sendiri belum masuk Islam.

Para ahli sejarah berbeda pendapat tentang Islamnya Abbas. Ada yang mengatakan, sesudah penaklukkan Khaibar. Ada yang mengatakan, lama sebelum Perang Badar.

Ketika Rasulullah SAW berhijrah ke Yatsrib, Abbas tetap tinggal di Makkah, mendengarkan berita Rasulullah dan kaum Muhajirin, dan mengirimkan berita-berita kaum Quraisy, hingga berkecamuknya Perang Badar.

Abbas, biasa juga dipanggil Abu Fadhl, pergi berhijrah ke Madinah bersama Naufal ibnul Harits. Ahli sejarah berbeda pendapat tentang tanggal hijrahnya, namun mereka sependapat bahwa Rasulullah telah memberikan sebidang tanah kepadanya, berdekatan dengan tempat kediamannya.

Suatu hari, Abbas datang menghadap Rasulullah dan memohon dengan penuh harap, "Ya Rasulullah, apakah engkau tidak suka mengangkat aku menjadi pejabat pemerintahan?"

Berdasarkan pengalaman, ia seorang yang berpikiran cerdik, berpengetahuan luas, dan mengetahui liku-liku jiwa orang. Namun Nabi SAW tidak ingin mengangkat pamannya menjadi kepala pemerintahan. Beliau tidak ingin pamannya dibebani tugas-tugas pemerintahan. "Wahai paman Nabi, menyelamatkan sebuah jiwa lebih baik daripada menghitung-hitung jabatan pemerintahan," kata Rasulullah.

Ternyata Abbas menerima dengan senang hati pendapat Rasulullah, tetapi malah Ali bin Abi Thalib yang kurang puas. Ia lalu berkata kepada Abbas, "Kalau kau ditolak menjadi pejabat pemerintahan, mintalah diangkat menjadi pejabat pemungut sedekah!"

Sekali lagi Abbas menghadap Rasulullah untuk meminta seperti yang dianjurkan Ali itu. Rasulullah kemudian bersabda kepadanya, "Wahai pamanku, tak mungkin aku mengangkatmu mengurusi cucian (kotoran) dosa orang."

Rasulullah adalah orang yang paling akrab dan paling kasih kepadanya, tidak mau mengangkatnya menjadi pejabat pemerintahan atau pengurus sedekah. Bahkan ia tidak diberi kesempatan dan harapan untuk mengurusi soal-soal yang bersifat duniawi, tetapi menekannya supaya lebih menekuni soal-soal ukhrawi.

Ketika Rasulullah SAW wafat, Abbas adalah orang yang paling merasa kesepian atas kepergiannya itu. Abbas hidup terhormat di bawah pemerintahan Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq maupun pada masa kepemimpinan Umar bin Khathab.

Pada suatu hari dalam pemerintahan Khalifah Umar, terjadi paceklik hebat dan kemarau ganas. Orang-orang berdatangan kepada Khalifah untuk mengadukan kesulitan dan kelaparan yang melanda daerahnya masing-masing.

Umar menganjurkan kepada Muslimin yang berkemampuan supaya mengulurkan tangan membantu saudara-saudaranya yang ditimpa kekurangan dan kelaparan. Kepada para penguasa di daerah diperintahkan supaya mengirimkan kelebihan daerahnya ke pusat.

Ka'ab menemui Khalifah Umar seraya berkata, "Wahai Amirul Mukminin, biasanya Bani Israel kalau menghadapi bencana semacam ini, mereka meminta hujan dengan kelompok para nabi mereka."

Umar berkata, "Ini dia paman Rasulullah dan saudara kandung ayahnya. Lagi pula, ia pimpinan Bani Hasyim."

Khalifah Umar pergi kepada Abbas dan menceritakan kesulitan besar yang dialami umat akibat kemarau panjang dan paceklik itu. Kemudian ia naik mimbar bersama Abbas seraya berdoa, "Ya Allah, kami menghadapkan diri kepada-Mu bersama dengan paman Nabi kami dan saudara kandung ayahnya, maka turunkanlah hujan-Mu dan janganlah kami sampai putus asa!"

Abbas lalu meneruskan, memulai doanya dengan puja dan puji kepada Allah SWT, "Ya Allah, Engkau yang mempunyai awan dan Engkau pula yang mempunyai air. Sebarkanlah awan-Mu dan turunkanlah air-Mu kepada kami. Hidupkanlah semua tumbuh-tumbuhan dan suburkanlah semua air susu. Ya Allah, Engkau tidak mungkin menurunkan bencana kecuali karena dosa dan Engkau tidak akan mengangkat bencana kecuali karena tobat. Kini umat ini sudah menghadapkan dirinya kepada-Mu maka turunkanlah hujan kepada kami..."

Ternyata doanya itu langsung diterima dan diijabah Allah SWT. Hujan lebat turun dan tumbuh-tumbuhan tumbuh dengan suburnya. Orang-orang bersyukur kepada Allah dan mengucapkan selamat kepada Abbas, "Selamat kepadamu, wahai Saqil Haramain, yang mengurusi minuman orang di Makkah dan Madinah."

Abbas bin Abdul Muththalib, paman Rasululah SAW dan saudara kandung ayahnya, termasuk salah seorang tokoh sahabat yang ikut mengibarkan panji Islam. Sepak terjangnya dicatat sejarah dengan tinta emas dalam Baiat Aqabah Kubra. Ia bertindak sebagai seorang penasihat dan juru runding, menyertai keponakannya dalam majelis itu.

Abbas ra wafat pada hari Jumat, 12 Rajab 32 H, dalam usia 82 tahun. Ia dikebumikan di Baqi', Madinah.
Baca Selengkapnya >>